Santi berusaha mempertajam pendengarannya, sayup-sayup dia mendengar suara anak kecil ramai di luar, tepatnya di samping jendela kamarnya. Memang waktu itu kalau santi tahu keadaan diluar, akan terlihat sinar purnama yang indah bercokol anggun di langit. Pohon kelapa di samping rumah santi berdiri dengan tegak, seolah menantang bulan itu dengan sombongnya. Suara jangkerik mengerik karena sepinya malam itu. Jam satu tengah malam, santi sebenarnya dia senang, karena ia terbangun dari tidurnya. Alarm hpnya membantu membangunkannya dari mimpi indahnya. Yah, dia harus belajar untuk menghadapi ulangan minggu depan. Dan ia juga ingin sholat tahajud. Ia ingin berdoa agar diberi kelancaran dan kesuksesan menghadapi ujian. Kata orang waktu itu sangat baik untuk memanjatkan doa karena biasanya doa-doa akan terkabul.
“Yok, prokonco dolanan ing jobo, padang wulan, padangae koyo rino...rembulane sing awe-awe ngelingake ojo podo turu sore (ayo teman bermain di luar, terang bulan, bulannya yang terang, mengingatkan kita jangan tidur sore)...
Lagu itu..nyanyian itu...suara anak kecil ramai di luar...sungguh menggelitik rasa penasaran santi. Ingin sekali ia membuka jendela, dan melihat siapa saja yang berada di luar. Tapi pada jam satu malam, apakah itu suara Udin, Rahma dan anak kecil tetangga sebelah. Masa sih jam segini ada anak kecil masih bermain di luar,.apakah itu suara hantu. hii,..Santi bertanya-tanya dalam hati. Ia salah satu orang yang tidak percaya dengan hantu. dan dia adalah termasuk cewek yang pemberani. Sering dia pulang sekolah melewati kuburan atau tempat yang dikira angker, karena ia memang lewat jalan itu pulang sekolah sore. Dan ia ingin sekali membuka jendela kamarnya. Suara itu sangat dekat, yach di samping kamarnya.
“Santi, yok dolanan karo aku !”
Hah, santi terperanjat, suara anak kecil memanggil namanya. Santi merapat di jendela. Ia pasti salah dengar. Bagaimana mungkin ada anak kecil memanggilnya di luar. Suara itu bening banget dan seperti angin yang lewat saja. Santi mendekap mulutnya sendiri. Ia ingin mendengar lagi. Mungkin suara anak perempuan yang memanggilnya itu akan terdengar lagi. Hening banget malam itu, sudah sepuluh menit Santi terpekur menempel di dinding dekat jendelanya. Huff, ia menghela nafas panjang. Yach tiba-tiba ia tersenyum sendiri. Ia menertawakan dirinya sendiri. Tidak ada apa-apa. Mungkin ia masih terbawa suasana mimpinya tadi. Santi menarik kunci jendela kamarnya. Ia membuka lebar-lebar jendela kamarnya. Angin dingin langsung menampar wajahnya. Seperti dugaanya, tidak ada apa-apa di luar. Hanya angin semribit. Hanya pemandangan malam yang terang bulan. Tidak ada bau bunga mawar atua kenanga. Mana hantunya tidak ada. Haha..santi ngikik sendiri. Yang ada di kejauhan somad, bujangan tukang ronda sedang berjalan keliling kampung buat meronda. Ia segera menutup jendela, takut somad yang genit itu akan melihatnya. Santi kemudian bangkit dari kamar dengan ceria, ambil air wudhu, sholat dan lalu belajar dengan tenang, sampai jam tiga dia lalu tidur lagi.
Esok, harinya santi bercerita tentang pengalamannya pada Winda dan Eka. Yach, dua sahabatnya di sekolah itu tentu saja bergidik mendengar cerita itu.
“Ya ampun, itu hantu sin, itu hantu anak zaman dulu, mereka itu anak-anak kecil yang jadi korban perang, kamu tahu kan di dekat rumah kamu ada bangunan tua, konon itu keraton kepala desa kampung kita zaman dulu,” kata winda dengan muka pucat.
“Iya, atau mungkin itu hantu anak yang disiksa orang tuanya. Konon beberapa tahun yang lalu ada anak yang meninggal mengenaskan, disekap dalam ruangan dan tidak dibolehkan bermain, pokoknya sadis banget itu orang tua,” ujar Eka sambil menempel di dekat Winda. Mendengar cerita santi saja ia sudah takut apalagi kalau dia mengalami sendiri, “Kalau aku jadi kamu sin, akiu tidak mungkin akan membuka jendela itu dan yang pasti aku akan ngacir lari ke kamar ibuku..”
“haha..aku malah penasaran ingin bertemu hantu kecil itu kayak apa rupa mereka..” santi malah ketawa ngakak. Ia senang karena berhasil membuat temannya itu ketakutan.
“Jangan sin, please kamu jangan ladenin hantu itu, aku gak ingin kamu dibawa hantu kecil itu...” kata winda.
Santi hanya tersenyum saja waktu itu. Mana mungkin ia dibawa hantu. ada-ada saja winda. Dan istirahat telah selesai. Santi, Eka dan winda kembali ke kelas mereka.
#############
“aku melu aku melu dolanan, yo konco jo podo ngilang, oyak- oyaan sopo sing menang, menang kalah ojo podo jedoaan ( aku ikut, aku ikut bermain, ayo teman jangan menghilang, ayo kejar-kejaran, menang atau kalah jangan bertengkar)
Santi tersentak. Lagu itu, nyanyaian anak-anak itu. Tepat waktu ia terbangun jam dua malam. Suara anak-anak yang ribut sedang bermain kejar-kejaran di luar terdengar lagi. Suara cekikian dan juga riuh anak-anak bermain. Jantung santi berdebar. Sial, mereka itu mengganggu belajarnya saja. Sekarang ia sedang berkutat dengan rumus matematika yang sulit. Tiba-tiba saja mereka ,suara itu datang. Santi lalu bangkit dari meja belajarnya. Kursinya ditarik. Ia mendekati ke jendela. Ia lalu membuka jendela kamar. Dan ia tercengang. Ia melihat di luar ada lima anak kecil sedang berlarian, ada yang matanya ditutup di balik pohon kelapa itu. Tiba-tiba anak kecil laki-laki memakai ikat kepala dan yang perempuan memakai kain yang dililit di dada itu menengok ke arah santi. Mereka berhenti bermain.
“ayo dolanan ?” ajak mereka pada santi sambil tersenyum. Wajah mereka polos dan nampak gembira.
Santi terpekur. Ia merasa makin penasaran. Siapakah mereka. apakah mereka hantu. santi tidak percaya. Ia kemudian naik jendela dan keluar lewat jendela kamarnya.
“Siapa kalian ?” tanya santi mendekati mereka.
Anak kecil itu tidak menjawab. Mereka berteriak riang karena santi akan ikut bermain dengan mereka. lima anak kecil mengelilingi santi. “sekarang kamu yang bermain ?” kata anak laki-laki itu. Lalu tangan santi diseret. Santi tidak menolak. Ia diam saja. Tangan itu sangat dingin seperti es. Mereka membawa santi ke bangunan rumah. Mata santi ditutupi oleh kain warna merah. Lalu ia mendengar anak kecil itu berhitung dan mereka pergi semua dari tempat itu. Santi membuka kain itu ketika ia tidak mendengar suara. Kemana anak kecil itu. angin berhembus sangat dingin. Suara burung malam bersiul di batang pohon kelapa.
“Dimana kalian ?”
Santi berjalan dengan heran. Ia berada di tempat aneh. Tempat yang gelap. Dengan pohon-pohon merambat yang besar.
“Aku disini,” lima anak itu tiba-tiba muncul dari balik pohon saman raksasa itu. Dalam cahaya remang-remang, santi melihat baju anak-anak itu seperti terkoyak berlumuran darah. Bau amis menyeruak hidungnya. Wajah lima anak itu putih pucat.
Santi ingin lari dari tempat itu. Ia takut sekali. Ia ingin pulang. Bukankah ia harus belajar untuk ulangan besok.
“Kamu tidak boleh pulang, kamu harus terus bermain dengan kami,..bermain itu sangat menyenangkan,” kata anak perempuan yang berambut panjang sepantat itu yang tiba-tiba menangis. Tiga anak kecil lainnya berjalan di belakang gadis itu. “Giliran kamu, kamu kalah, kamu harus main lagi,” kata anak itu sambil terus menangis sesenggukan dan mendekat pada santi. Sinar bulan yang remang-remang memperlihatkan mata gadis itu tanpa kornea. Gadis itu mendekat dan mencengkeram mata santi dari belakang. Santi meronta tapi ia terpaku di tempatnya, kakinya tidak bisa digerakkan. Ia berteriak sekuat tenaga dan ia hanya bisa berteriak tanpa suara.
(tamat.) 22 Apr. 12