CERPEN 5M

hahaha

  • Home
  • Quote gua
  • CERPEN
  • DAFTAR ISI
  • OPINI
  • TENTANG BLOG
Home » CERPEN » cerpen motivasi » sekolah sunyi » Prajurit Hujan

Wednesday, 8 January 2014

Prajurit Hujan

cerpen motivasi judul prajurit hujan


“Hui..Huiiiiiiiiiiiiuuu !!”  nampak Martono meniup seruling dari daun kelapa itu. Suara itu adalah morse buat  prajurit hujan yang lain. Martono memanjat batang pohon yang sebesar pahanya. Gerakannya cepat dan lincah bagai kera. Rupanya dia sering memanjat pohon, tidak sangsi lagi, ia jago naik pohon.
        Yah. Mereka sedang main-main meskipun sudah jam delapan, dan tidak dibilang pagi lagi. Anak-anak desa hujan itu masih belum masuk ke kelas. Sekolah hujan terhampar di tengah ladang, dikelilingi padang ilalang yang luas, dengan daun berwarna hijau kekuningan,  di langit awan mendung bergulung, pohon-pohon memanjang di pinggir dan di belakang sekolah, gerombol rumput dan semak, membuat sekolah bercat kuning  pucat yang nyaris roboh itu menjadi  lukisan alam yang hidup, dan indah.
       Jarim dan  rohim lebih dulu sampai ke tempat Martono. Nafas mereka tersengal seperti serdadu bodoh yang baru dikejar musuh. Mereka memakai pakaian lusuh, dan  itu dinamakan seragam sekolah. Warna biru yang pudar. Tak lupa mantel plastik bergantung di pundak mereka.
      “Dimana Zahro sudah datang belum ?” kata Jarim sambil berkacak pinggang dan menatap ke Martono di atas pohon. Kepalanya yang tanpa rambut, membuat dia dikagumi oleh kelompoknya dan bagai bos gayanya. Lalu ia pun menggigit daging kelapa yang disimpan di sakunya. Itu adalah makanan bekal sekolahnya. Lumayan buat mengganjal perut yang pagi belum disi.
      “Itu dia..?”  Martono di atas batang pohon dan berbaring bagai ular itu meneropong sosok perempuan kecil dengan jilbab. Perempuan kecil itu mendekati mereka. langkahnya cepat. Zahro mengibaskan ilalang yang menghalangi jalannya. Ia memakai tas buntut yang diselempangkan di dada.  Kaki yang dibungkus sepatu but dan juga payung bermotif bunga yang ditutup. Wajahnya tegas dan ia terlihat anak yang cerdas.
       “Buubuugguugunauuuug !” sapa Zahro. Ya, zahro gadis kecil yang bisu itu seolah memberitahu. Martono melorot dari pohon langsing itu. Itu adalah kegiatan favoritnya. Ia sudah bergabung dengan Jarim dan Rohim. Mereka bertiga mencoba menterjemahkan setiap suku kata yang terbang dari mulut zahro.
        “Apa ? mbah guru tidak datang ? dia sakit lagi kah ?”  ujar si paling gendut Rohim.
        Zahro menggeleng. Lalu ia menunduk. Wajahnya seperti suasana gerimis yang sering melanda kawasan desa mereka. lalu keempat anak itu  menghela nafas.  Mengeluarkan kegundahan dan juga rasa yang mengganjal, dan kerinduan sejak mbah guru tidak ada.
        Mereka merindukan sosok itu. Sosok wanita tua, dan sangat pantas di panggil nenek. Sosok dengan jilbab lebar dengan senyum menghias di gigi ompong, dan wajah berkerutnya naik sepeda unta, yang selalu datang terlambat tapi selalu dinanti itu. Sosok yang riang gembira dan bagai mereka adalah teman.
        Lalu mereka terduduk lemas, di atas rerumputan basah, memandang langit di atas sekolah hujan yang  menghitam. semangat sekolah sudah terampas, bagi mereka sekolah adalah mbah guru, dan meskipun di sekolah itu banyak guru yang baik dan mumpuni, tapi di hati mereka tetap mbah guru lah yang selalu memimpin dan menjadikan mereka mempunyai khayalan. Ilusi-ilusi kalau masa depan akan lebih baik. Dengan sekolah kamu akan dihormati. Dan lebih dari itu ada segudang ilmu yang membuat kamu tidak menjadi culas tapi juga berbudi. Angan mereka membumbung bagai asap  cerobong yang dihembus angin ladang. Angan tentang mbah guru.  Lima bulan yang lalu, mereka tidak kenal mbah guru.
         Saat pelajaran Bu Nanik, itulah sosok tua itu muncul. Mengganti Bu Nanik yang katanya sedang ikut pelatihan kurikulum di kota selama seminggu. Memang sosok mbah guru tidak sering tampil di sekolah hujan. Dia seolah tersembunyi. Bagai lukisan usang di gudang. Dan bahkan Martono mengira mbah guru itu hanya seorang pesuruh. Nyatanya dia seorang guru. Guru yang sudah lama sekali.
           Dia betul-betul sosok yang berbeda. Gayanya yang lugu dan sangat suka tertawa. Mbah guru mengenalkan bahasa indonesia lewat cerita-cerita dongeng. Betapa seluruh guru muda heran, dimana kelas yang biasanya ramai mendadak sunyi senyap seperti kuburan. Dimana murid-murid pergi, ternyata mereka sedang asyik mendengarkan kisah mbah guru, tentang perahu pembangkang nabi nuh yang karam, tentang nabi musa yang hebat, semua anak seperti tersihir dan juga tergelak oleh dongeng kancil yang cerdik. Bahkan empat anak yang istimewa di kelas hujan. Spesial dalam arti minoritas itu. Zahro yang bisu mendadak tidak merengut di sekolah itu, ia bisa tertawa dalam suaranya yang aneh,  Martono yang bandel jadi penurut, jarim yang sombong jadi suka membela teman yang lemah dan Rohim yang penakut menjadi bisa lepas dari tasnya. Siapa yang tidak mencengangkan. Selama empat tahun rohim belajar di bawah meja ataupun selalu kepalanya ditutupi tas. Yach, ia takut sekolah. Ia takut guru. Tapi semenjak mbah guru datang  mengajaknya ngobrol dan mengejarnya waktu lari sembunyi ke luar kelas, ia menjadi rohim yang baru. Betapa  anak-anak di sekolah hujan tidak bisa melupakan peristiwa itu. mereka melihat keributan itu, bagaimana mbah guru lari dengan rok lebarnya ia memanjat tembok setinggi satu meter demi untuk mengejar rohim.
            Lalu pelajaran berhitung dengan mengejar belalang di semak-semak adalah favorit anak kelas hujan. Mereka betapa riangnya berlari, tergopoh-gopoh, berteriak-teriak, berlomba, lalu menghitung belalang itu yang dimasukkan ke dalam kantong plastik. Kadang-kadang wajah mereka nampak berbalur tanah becek, berebutan belalang dan baju mereka kotor, dan semua anak wajib menertawakan keadaan mereka sendiri waktu itu. Dan mereka merasa itulah wisata bermain yang tidak akan mereka lupakan.
         “Kalian tahu ksatria pandawa, mereka hebat karena digodok dan ditempa berbagai cobaan, dan kalian tahu sekolah di daerah hujan tidaklah mudah. Karena itu hanya  sedikit yang bertahan di sini, setiap pagi sampai siang di sini hujan. Bahkan banjir sudah menjadi bayangan yang nyata. Karena itu ibu namakan kalian itu prajurit hujan. Seorang prajurit tidak gampang menyerah bukan, kalian ke sini naik perahu atau menyusuri jembatan sungai, bisa-bisa juga berlari dalam kejibak hujan, kedinginan, tapi pasti ada cara mengatasi itu. Yang penting kalian mau sekolah bukan ?”
          Semua anak saling pandang. Mereka senang dengan sebutan itu. Yach mereka adalah prajurit. Prajurit hujan. Angan mereka tiba-tiba terhempas ketika mereka mendengar denting lonceng masuk sekolah dibunyikan, hujan mengguyur kepala rohim, Jarim, martono dan Zahro. Mereka enggan beranjak dari tempat itu, meskipun tetes hujan membuat kulit mereka dingin menggigil. Mereka mendengar Pak Anwar memanggil nama mereka. Pak Anwar  dengan kaki  agak pincang, terlihat menghampri empat anak itu lalu  dia diam membatu dengan pandangan tidak mengerti. Payung hitam lebar yang digenggamnya menunjukkan wajah bijaknya.
          “Kalian harus masuk ke kelas ?”
          Rohim, Jarim, Martono, zahro tetap membeku. Air hujan mengaliri wajah mereka. dan mereka tidak berusaha menghapusnya. Mereka merasa masih prajurit hujan. Dan tidak gampang menyerah oleh hujan.
          “Meskipun tidak ada mbah guru, kalian harus tetap masuk ke kelas, sekarang !” tegas pak anwar.
          Suara pak anwar mengalahkan halilintar. Membuat anak itu bergidik lalu seperti anak yang sudah lemah, anak itu mengekor di belakang pak anwar. Mereka masuk ke kelas dan di kelas teman mereka sudah menanti. Pak anwar menjelaskan alasan mbah guru tidak ada di sekolah hujan akhir ini.
         “Mbah guru sebenarnya tidak sakit, ia mengalami kepikunan, ia sudah tua, dan seharusnya orang setua dia tidak bekerja,”  kata pak anwar dengan suara kharismatiknya. Seisi kelas sedakep di meja dan menatap pak anwar tak berkedip.
       “Tapi kemarin dia bisa bekerja, kenapa dia tidak boleh bekerja ?”  tanya Martono. Ia merasa ada ketidakadilan di sekolah hujan. Atau di dunia ini ada yang telah berbuat tak adil pada mbah guru, dan ia tak rela.
      “Ehm, sebenarnya oleh pemerintah mbah guru tidak boleh kerja, usianya sudah mencapai pensiun, tapi karena ini sekolah swasta dan karena kebutuhan ekonomi dia harus tetap mencari uang, tapi akhir ini  ia mengalami musibah, bahkan dia tidak tahu hari dan selalu bicaranya diulang-ulang,”
        Rohim, martono, jarim, Zahro dan prajurit hujan yang lain mulutnya ternganga. Penjelasan pak anwar seperti tidak bisa diterimanya, atau saat itu mereka tidak bisa menangkapnya. Bagi mereka, mereka harus bertemu mbah guru. Dan pak anwar bersedia mengantarkan prajurit hujan mengunjungi guru tua itu. Para murid bersorak gembira.
       “Tunggu dulu, kalian jangan gembira dulu, kalian harus memberikan sesuatu untuk mbah guru, Rohim katanya kamu ingin mempersembahkan tulisan yang pernah mbah guru berikan yang sudah kamu hafal, boleh kami mendengarnya..”
         Rohim tersenyum. Meski nampak ragu dia maju ke depan. Anak yang paling penakut itu kini bisa dengan langkah panjang maju di depan kelas. Ia mengambil kertas secuil dari saku bajunya. Anak-anak tergelak sejenak oleh gayanya yang jenaka. Yah, ternyata meskipun ia sudah berusaha menghafal kata-kata yang diberikan mbah guru, ia masih belum juga hafal. Lalu ia membacakan tulisan itu. Dan tulisan yang dibaca Rohim itu membuat pak anwar trenyuh, dan ia berusaha menyembunyikan matanya yang semerbak memerah karena ingin menangis.

       Hatiku...jujurlah...
  Kalau engkau tak sanggup menjadi cemara yang kokoh di puncak bukit ... jadilah saja belukar yang teguh di tepi jurang...  Belukar itu senantiasa istiqomah dalam perjuangannya untuk hidup.  Ia belajar dari kesehariannya untuk mendewasakan batangnya,  batangnya yang menyanggahnya untuk tidak masuk ke dalam jurang...  Hatiku...ketahuilah!!!  Ternyata untuk menjadi belukar saja itu tidak mudah!!!  Belukar harus ikhlas agar ia tak iri pada cemara...  Belukar harus tawadhu agar ia tak sombong pada rumput...  Belukar tetap belukar sampai ia bisa berjumpa dengan Penciptanya...  Kalau engkau tak sanggup jadi belukar...jadilah saja rumput,  tetapi rumput yang senantiasa memperkuat pinggiran jalan...  Kalau engkau tak sanggup menjadi langit...jadilah saja bumi,  tetapi bumi yang setia dan ikhlas untuk dipijaki oleh setiap manusia.  Tidak semua insan sanggup berbuat seperti pengemis yang tawadhu',... izzahnya tinggi walau orang lain merendahkannya... karena ia mempunyai HATI sehingga dekat dengan sang Robbi...  --------

 TAMAT

Sumber tulisan hatiku jujurlah dari=dadung .net


(PKT)

tag
kumpulan cerpen motivasi judul prajurit hujan
kumpulan cerpen pendidikan judul prajurit hujan
kumpulan cerpen online judul prajurit hujan

Artikel Terkait
sekolah sunyi
  • GURUKU TERSAYANG, GURUKU TERCINTA
  • CERITA YANG MENGAMBIL SETTING DARI SEKOLAH SUNYI
  • BELUM BISA BILANG GOODBYE PADA SEKOLAH SUNYI
  • Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Mengundurkan Diri
  • PAHLAWAN TANPA TANDA JASA SEBENAR-BENARNYA
CERPEN
  • Sekarang Kalian tak bisa membullyku lagi
  • Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Mengundurkan Diri
  • Bunga Matahari, Bunga Ilalang dan Bunga Dandelion
  • 2 + 2 = 5
  • AKU INGIN SEPATUMU
  • SUARA HATI NADIA
  • Ayo Dolanan
  • MAMA AKU PULANG
  • AQUARIUM SHILA
  • (cerpen ) Kartu Pengingat Ajaib
  • Lima Hari Menunggu Maut
  • Karena dia Bintang
  • Surat Misterius
  • BUNDA ! AKU TIDAK LULUS UJIAN
  • Kembalikan Senyumku
cerpen motivasi
  • AKU INGIN SEPATUMU
  • (cerpen ) Kartu Pengingat Ajaib
  • Karena dia Bintang
  • BUNDA ! AKU TIDAK LULUS UJIAN
Newer Post Older Post Home

Entri Populer

  • Ketika mendengarkan "WE WILL NOT GO DOWN"
  • SASKIA

Blog Archive

  • ►  2015 (35)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (23)
    • ►  May (2)
    • ►  January (2)
  • ▼  2014 (94)
    • ►  December (8)
    • ►  November (6)
    • ►  October (12)
    • ►  September (5)
    • ►  August (6)
    • ►  July (12)
    • ►  June (9)
    • ►  May (7)
    • ►  April (3)
    • ►  February (12)
    • ▼  January (14)
      • KENAPA ALLAH MENGUJI KITA ,YA ?
      • SASKIA
      • Ayo Dolanan
      • Prajurit Hujan
      • Hati Sahabat
      • SAJAK DALAM BOTOL
      • PENYIHIR BERPRESTASI
      • TABIB PALSU DAN PUTRI MELATI
      • PROFIL SENIOR ( MOS SERAM 4)
      • BRIEFENG MOS SUPER BAU ( MOS SERAM 3 )
      • PESAN SARAT MENAKUTKAN (MOS SERAM 2)
      • MOS SERAM ( Prolog) (MOS SERAM 1)
      • KETIKA KAK YETI TIDAK ADA
      • Ayub dan ulat-ulat yang menggerotinya
  • ►  2013 (29)
    • ►  December (16)
    • ►  November (8)
    • ►  September (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2012 (25)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (4)
    • ►  August (3)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (9)
  • ►  2011 (13)
    • ►  December (1)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  January (1)
Betapa mudah dan tak sadar menjadi sombong dan tidak iklas dalam beramal (kata mutiara)

Terimalah kekalahan anda dengan kepala tegak dan mata terbuka, dengan keanggunan bukan kecengengan anak kecil (kara digiovanna)
Powered by Blogger.
Copyright 2013 CERPEN 5M - All Rights Reserved
Template by Mas Sugeng - Powered by Blogger