"Sudah saatnya aku menjadi Presiden ?" ujar Yudi.
"Ya ! kalau enggak sekarang, kapan lagi !" sambut Slamet sambil bangkit dari batang pohon yang baru ditebang penghuni rumah sebelah.
"Ye, tapi kita kayaknya udah kalah sama si Chandra !" lemes Akila."Pendukung Chandra banyak banget, dari kelas enam sampai anak TK !"
"Ye...tapi kita harus menang ! kalau kita ampai kalah,, apa kata dunia ! kita gak bakal punya kekuasaan di pekarangan ini !"
"Betul, betul, betul, mengerikan sekali kalau kita hanya bermain menjadi pembantu saja." Slamet dan Akila manggut-manggut. Dia memandang bangga pada calon presidennya, si Yudi.
"Tapi segala macam cara sudah kita lakukan, Yud ! tetap aja kita gagal !" ujar Akila lagi sambil memandang ke langit. Waktu itu dia telentang sambil menikmati udara sore di kampungnya yang sepoi-sepoi.
Akila terngat. Usahanya mendukung Yudi sebagai presiden di pekarangan tempat bermain mereka itu telah sia-sia. Dari mencuri toples suara, sampai memanipulasi surat suara diganti dengan daun ketapang sudah dia lakukan, tapi tetap saja ketahuan ama teman-teman Chandra. Dari kampanye ke kantin gratis sampai menfitnah Chandra kalau Chandra punya penyakit kulit menular. Tetap saja para pemilih enggak percaya pada mereka. Sepertinya mereka udah setia sekali dengan Chandra. Dan besok adalah pengumuman siapa yang menjadi presiden di Taman Bermain mereka.
"Aha, aku punya ide, bagaimana kalau nanti kita buat rusuh saja pas hari pengumuman itu, biar gak ada yagn jadi presiden ?" ceplos Akila.
"ya, aku juga berpikir begitu" sambar Yudi.
"Kita buat mercon buat nakutin mereka !" seru Slamet.
"Jangna, itu kelihatan kita maksa banget , dan malah buat mereka benci sama kita,"
"Bagaimana kalau kita ngotot aja kalau kita yang menang, pokoknya apapun yang terjadi kita menang, peduli amat dengan kertas suara !"
"Ya. dan taktik kita adalah kita tidak mengakui kalau kita kalah, meskipun jumlah kertas suara Chandra yang banyak. Kita tidak akan percaya kalau mereka menang. Dan bilang aja kalau mereka yang menang, berarti mereka yang curang !" pekik Yudi dengan muka optimis.
"Yee !!" Yudi , Slamet dan Akila pun bersorak.
Lalu hari pengumuman siapa yang menjadi presiden di taman bermain pun tiba. Ada sepuluh anak laki-laki dan lima anak perempuan berkumpul di taman itu. Mereka semula riuh bermain. Ada yang sedang duduk di ayunan sambil bernyanyi. Ada yang nangkring di jungkat jangkit, ada pula yang bercanda sambil perosotan. Tapi mendadak mereka berhenti bermain ketika Tono datang sambil membawa toples tempat suara.
"Perhatian ! teman-teman , sekarang saatnya pengumuman yang menjadi presiden."
Lalu anak-anak itu dari yang usia 6 tahun sampai sebelas tahun duduk sembarangan di tanah. Ada yang duduk jongkok di atas batu. Merka menanti diumumkannya Chandra menjadi presiden. Mereka udah yakin kalau Chandra yang akan jadi presiden di pekarangan taman mereka bermain.
"Seperti kita tahu ada dua calon di sini, Yudi dan.." Tono menatap Yudi yang diapit oleh Slamet dan Akila. "Dan , Chandra.." Tono matanya mencari sosok Candra. Tapi bocah kerempeng itu tidak kelihatan.
"Candra katanya tadi akan menyusul di sini, disuruh makan dulu sama emaknya !" jelas Putri.
"Baik, langsung saja kita saksikan perhitungan suara !" lalau Tono selaku ketua pemungutan suara di taman bermain itu pun mulai bekerja. Tidak ada kesempatan baginya untuk memanipulasi karena semua pemilih mengawasinya.
Tapi belum selesai, perhitungan kertas suara. Yudi , Akila dan Slamet menghampirinya dan meminta pemungutan suara ulang.
"Pokoknya aku minta pemilihan presiden diulang aja....!" koar Slamet.
"Huuuu !" langsung aja disambut gerutuan teman-temannya. "Capek ! dari kemarin diulang terus, tetap aja yang menang Chandra." kata mereka.
Dan disaat Yudi, Akila dan Slamet mau melakukan aksi walk out, datanglah Chandra dengan wajah mendung. Sepertinya habis menangis.
"Teman-teman, aku mengundurkan diri jadi calon presiden !"
"Kenapa, Ndra ?" kaget mereka.
"Aku gak kuat, dicurangin terus, masak ya, aku dituduh tukang copet di pasar ! itu sudah menghina banget, sampai emakku pun menuduhku udah gak jadi anak baik, aku dimarahin emak sampai rambutku dijambak supaya aku tobat !" curhat Candra. "Pokoknya aku gak mau dicalonkan kalian, biar si Yudi aja yang jadi presiden, ya ?" Candra pun menjabat tangan Yudi. "Selamat ya Yud, kamu jadi presiden, yang penting sekarang kamu gak akan menfitnah aku kan ?" kata Candra memelas.
Yudi merenges. "Enggak lah,..kan aku sudah jadi presiden."
"HHore Yudi jadi presiden..!" Slamet dan akila jingkrak-jingkrak menyambut jagoan mereka yang menang, lawannnya udah mengundurkan diri.
"Yee..gak seruu..masak calon presidennya ngambek." celetuk salah satu dari mereka kepada Candra. Dan candra ngeloyor pulang.
Lalu kerumunan bubar. Satu persatu pergi dari tempat bermain situ. Ada juga yang melanjutkan bermain. Dan tidak peduli siapa yang menjadi presiden. Sementara itu Yudi terpekur dan bingung mengawasi teman-temannya yang kabur. Buat apa sih dia jadi presiden kalau dia tidak disukai dan mereka tidak mau bermain dengannya, bukankah lebih asyik kalau dia diterima bermain bersama mereka.
tamat.