Bersinar kau bagai cahaya, beri ku penerangan.
Kaulah ibuku, terimakasih ku takkan pernah terhenti..
Kau bagai matahari...yang selalu bersinar..
POV
RIKI
“Yang benar Mak ?! jadi kalau aku besok juara satu , aku dibelikan baju
seragam pramuka !” ujarku sambil mengerjap-ngerjap.
Sekali lagi kutatap wajah Emak. Dia tersenyum-senyum padaku. Senyumnya sangat
aneh dan seperti tidak serius.
“Ya, pasti ! apakah Emak pernah mengingkari janji ?”
“Belum pernah Mak !” aku berseru. Aku gembira. Tentu saja. Selama ini aku
hanya punya baju pramuka satu. Terasa tidak enak di badanku yang sedikit
gendut. Kalau seragam baju putih merah, aku punya tiga. Itupun
warisan dari kakakku. Kakakku itu selalu juara satu, dan hadiahnya selalu baju
putih merah.
Lalu aku berlari, mengitari ruangan itu, bermain naik pesawat. Kakakku
Abdul ikut juga merusak ruang tamu itu. Emak nampak tidak pernah
marah.
POV
EMAK
Aku tersenyum, aku tidak yakin Riki akan dapat
rangking satu.
Riki paling malas belajar. Tidak mau belajar.
Jadi tidak mungkin dia mendapatkan baju pramuka itu, jadi keuanganku masih bisa
diandalkan sampai bulan depan. Aku pikir baju Riki masih bisa bertahan sampai dia
kelas enam SD. Hmm, kenapa sih hadiah untuk Abdul selalu baju putih merah, coba
sekali bisa meminta sama gurunya buat ngasih hadiah yang lain.Batinku miris.
Senja seperti biasa, aku selesai bekerja di dapur.
Menghela nafas berkali-kali . Ruangan ini baru dibersihkan,
Abdul dan Riki itu selalu saja membuat angin ribut. Porak-poranda. Karena capek aku tidak peduli dengan rumahku yang sudah seperti kapal pecah. Aku duduk di sofa buntut sambil kipas –kipas. Aku melirik kalender. Sudah Lima bulan aku bekerja menjadi guru swasta dan
sudah sewajarnya aku mendapatkan bayaran. Biasalah tunjangan kesra itu adalah
andalanku. Dengan uang itu aku bisa membeli beras dan perseiadaan sembako
selama beberapa hari. Hmm, aku sungguh mengharapkan tunjangan itu segera
dicairkan. Biasanya pemerintah selalu berbelit-belit. Biasalah birokrasi,
meskipun syarat-syarat sudah lengkap masih saja uang belum turun-turun, padahal
di dapur asap butuh mengepul. Sekali lagi aku hanya bisa menangis
batin.
Pagi itu aku segera mengambil sepeda buntutku bersiap ke tempat kerja dan dua anak
bandelku itu mengintai. “Mak, katanya kalau gajian, aku dibelikan alat
pancing kan Mak ?” kata Abdul.
“Iya, iya pokoknya beres ,” Ujarku dengan penuh percaya diri.
POV
RIKI.
“Mak, hari ini aku menagih janji Emak !” Ujarku, kupamerkan rapotku. Ya, aku
dapat rangking satu. Seharusnya Emak gembira tapi dia tampak shock.
“Masa sih, kamu juara satu, pasti gurumu salah beri nilai ,” ujar Emak sambil
melotot meneliti nilai-nilaiku.
Aku hanya merengut. “Pokoknya seragam pramuka baru !” tagihku."Mak, aku ingin memakai seragam baru, Mak !"
“Iya, iya, tenang tunggu, hari ini Emak akan gajian,” kata-kata Emak itu menenangkanku.
Lalu aku memandang tubuh Emak mengayuh sepeda dengan seragam batik
kebesarannya menuju tempat kerjanya, dan menghilang dibalik rimbunan pohon perkampungan. Lalu aku
menghabiskan hari menonton televisi dan bermain di pekarangan, tapi selebihnya
aku menunggu kepulangan Emak.
“Kak, ini sudah sore Emak belum pulang ya ?” celetukku di bangku
halaman. Sudah sepuluh kali aku keluar rumah memandang ke jalan, kalau-kalau emak pulang aku akan menyambutnya dan emak pasti datang membawa seragam pramuka baru.
Abdul hanya mengangguk. Perut kami berbunyi, tapi kami lebih menantikan
hadiah-hadiah buat kami.
POV
EMAK.
Sinar keperakan ungu sudah menggantung di langit. Aku masih bolak balik di pasar itu. wajahku terlihat ingin marah
campur sedih. Tapi marah pada siapa. Kenapa sih, tunjangan kesra
tidak diberikan padaku. Namaku tidak tercantum dalam daftar penerima gaji.
Apa-apaan ini, tahun kemarin aku selalu terima, kenapa sekarang aku tidak
tercatut dalam daftar itu. Kenapa selalu ada kesenjangan antara guru swasta dan
negeri. Bukankah kita sama-sama bekerja keras ! sama-sama mengabdi pada negara. Tuhan, redakan
emosiku, jangan sampai aku membakar pasar ini, Oh Tuhan bagaimana aku
bisa pulang dengan tangan kosong. Aku tidak bisa membayangkan wajah Abdul dan
Riki waktu nanti aku pulang. Aku menjerit dalam hati.
(
Tamat.)
TAG
cerpen tentang perjuangan ibu,
cerpen judul janji emak,
CERPEN 5 M