Aku senang sekali mempunyai seorang ibu yang pandai bercerita.
Sebelum aku tidur ibu selalu memberikan aku cerita-cerita
Dari cerita dongeng sampai kisah-kisah nabi.
“Ibu , ceritakan sebuah kisah kepadaku ibu ?” rengekku sambil bergelayut di lengan ibu.
Wajah ibu masih lelah setelah seharian bekerja, tapi dia tetap tersenyum dan mau memberikanku cerita malam itu. Aku pun meringkuk di kursi di samping ibu, dan melihat wajah ibu yang siap bercerita.
Nak, Kali ini ibu akan bercerita tentang kisah seorang sahabat nabi khafilah umar bin khattab
Suatu hari dalam perjalanannya beliau singgah di sebuah rumah. Dia seorang raja dan pemimpin besar dan ingin tahu keadaan rakyatnya. Dia heran mana kala melihat seorang ibu memasak batu. Sementara anak-anaknya tertidur
“Kenapa Engkau memasak batu ?” tanya umar.
“Aku tidak punya harta, aku menyuruh anak-anakku tidur dulu agar mereka lupa dengan rasa laparnya, dan aku pura-pura memasak supaya mereka tenang dan lupa dengan laparnya !” kata janda itu.
Seketika umar menangis. Dia tidak menyangka.dia pemimpin dengan harta berlimpah dan keluarganya hidup berkecukupan dia tidak menyangka rakyatnya kelaparan sepreti janda itu.
Sektika Umar pergi dari rumah itu dan pulang ke Madinah. Dia mengambil berkarung gandum, memikulnya sendiri kemudian dibawakan untuk ibu itu.
“Anda baik sekali !” girang ibu itu dengan takjub melihat Umar memberikannya banyak gandum. Lalu dia memasak dan makan bersama anak-anaknya. Umar pun ikut menyuapi anak janda itu yang kecil-kecil.
Setelah itu Umar diam-diam pergi pulang dari rumah itu. Tapi ibu itu segera menghalanginya
“Siapa anda ? rumah anda dimana ?”
“Ibu, tidak perlu tahu siapa saya ?”
“Tapi saya harus tahu siapa anda, karena siapa tahu besok saya kelaparan lagi, saya harus bagaimana ?”
“Anda pergilah ke rumah khalifah Umar, !” kata umar dengan tegas dan tergesa. Dia akhirnya sadar, kalau ibu itu tidak tahu siapa dirinya.
“Baiklah tapi saya tidak ingin bertemu khalifah Umar, saya benci dia, dia orang jahat ! dia tidak pantas menjadi pemimpin dan raja. Hanya anda yang pantas dan harusnya menjadi pemimpin !” kata ibu itu.
Umar pun tertegun. Dia merasa sedih, karena dia ternyata kurang mengetahui keadaan rakytnya. “Baiklah , anda nanti sampai madinah tidak perlu bertemu umar , anda akan bertemu saya nanti di sana”. Kata Umar.
Hening.
Ibu terdiam.
“Ibu, ibu , bagaimana kisah selanjutnya.” Kataku sambil menarik lengan ibuku. Aku tidak sabar kelanjutan kisah selanjutnya. Tapi aku kemudian berhenti merengek, aku melihat wajah ibu sudah terlelap. Dia sudah sangat lelah. Aku pun menarik selimut dan menyelimuti ibuku agar ibu tertidur tanpa kedinginan dan nyenyak.