Seperti biasa aku berlari pulang. Setelah
perkelahian dengan geng sebelah itu.
“Mama, Mama...” Aku tersenyum. Aku merasa lelah. Rumah nampak sepi. Aku
duduk di teras. Sambil melepas lelah. Huff ! Keringat masih mengucur deras di
tubuhku dan membasahi seragam putih abu-abuku. Aku melepas sepatuku.
Aku tidak menyangka bisa berlari secepat itu. Masih terbayang geng vikingku
berteriak-teriak. Batu kecil menghujani kami. Geng motor itu curang. Menyerang
kami dengan tiba-tiba.
“Rahmat ! Sembunyi..! Rahmaattt !” Aku berteriak sampai pekak. Kami
melihat dari balik gerbang bermunculan moge seperti pasukan penghancuran kami.
Kami berjumlah lima orang yang baru pulang dari sekolah nampak kocar-kacir.
Kami hanya bisa melawan mereka dengan batu dan bambu. Yah, kami perang batu dan
bambu. Geng moge itu membawa senjata tajam. Semacam parang atau belati, ah
tidak terlalu jelas. Mereka mengacungkan senjata itu pada kami. Seorang dari
mereka nampak kepalanya berdarah terkena lemparan batu dari kami.
Kami terkejut tidak menyangka batu itu mengenai kening salah satu dari mereka.
Ketakutan menyelimuti kami.
“Keparat ! busuk ! sini !” kepala geng yang bernama Robet mendekati kami
dengan motornya. Mendekati kami dengan cepat. Aku tidak sempat berlari dan
menghindar. Kulihat Rahmat di sampingku. Mencoba menghalangi motor itu. Robet
semakin mendekat. Mendekati kami dengan mogenya. Mendekati tempat kami berdiri.
Aku tidak sempat menghindar. Robet mengeluarkan benda tajam berkilauan dan
diacungkan ke arahku. Rahmat mencoba menghalanginya. Rahmat, temanku yang baik
hati itu. Teman yang selalu bersama dan cocok dalam hal apapun. Sampai masalah
cewek pun kami punya selera yang sama. Tapi dia selalu mengalah. Dia bahkan
mendorongku dan mensuportku bersama cewek yang disukainya itu. Dan sekarang dia
tidak ingin aku terluka. Hujan turun dengan tiba-tiba. Tadi memang mendung. Dan
dingin tetes hujan menyentuh tubuh kami dan menghalangi pemandangan mata kami.
“Lariii...Daniii...lari...!’Rahmat berteriak dan mendorong tubuhku. Aku
berlari. Aku melihat Rahmat tercenung. Dia tiba-tiba berdiri terpaku menatapku.
Aku tersenyum padanya. Dan seolah dia yakin aku berlari dengan selamat.
Darah kulihat bercecaran di mana-mana. Suara sirene polisi dikejauhan merambat
ke arah kami.
“Ada yang mati..ada yang mati !!” seorang pedagang kaki lima nampak panik dan
berteriak di antara kerumunan kami.
Aku berlari cepat meninggalkan Rahmat, meninggalkan teman geng vikingku. Kami
dan geng moge merah itu kocar-kacir, lari sendiri-sendiri menyelamatkan diri
dari kejaran polisi. Aku sempat melambai ke arah Rahmat. Aku mengatakan
aku pasti selamat dan tidak akan tertangkap polisi.
Huff hari yang melelahkan dan aku duduk di teras rumah. Aku terkejut melihat
mobil putih parkir di halaman rumah. Nampak Nia keluar dari mobil. Nia pacarku
wajahnya sedih banget. dia masuk ke dalam rumah. Aku tersenyum. Kuurungkan
niatku untuk menyapanya. Aku berjalan di belakang Nia dan masuk ke dalam rumah.
Nia menemui Mama. Nia dan Mama menangis. Ada apa ini ?? Mama ..Mama aku pulang.
Aku mendekati Mama dan seperti biasa ingin mencium punggung tangan Mama. Aku
ingin berkata kalau aku baru terlibat perkelahian mengerikan. Aku tidak akan
mengulangi lagi. Aku sekarang sudah tobat. Aku akan menuruti nasehat Mama. Aku
tidak ingin ikut geng manapun. Perkelahian itu sangat mengerikan.
Aku menyentuh pundak Mama. Aneh tubuh Mama nampak buyar. Aku aku tak bisa
menyentuh tangan Mama. Aku memeluk Mama. Dan aku menerjang ruang kosong. Aku
semakin panik dan pucat. Aku melihat di pojok ruang, seseorang tergeletak di
peti. Seseorang seperti diriku..aku juga melihat Rahmat di sana. Nampak pingsan
berkali-kali.
Ada apa ini. Mama aku pulang.
Tag
CERPEN penyesalan,
cerpen remaja, cerpen sedih, cerpen tawuran pelajar,
kumpulan cerpen online judul mama aku pulang