Hari
ini penduduk desa Suka Mundur
harap-harap cemas, artinya mereka mengharapkan tapi juga dilanda
kecemasan. Kalau-kalau bukan mereka yang terpilih. Aduh apa sih masalahnya,
ternyata mereka menunggu kedatangan kru sutradara acara program Top TV. Rupanya kabar
kedatangan kru program tivi Tukar Sengsara
itu sudah tertangkap ke semua telinga
penduduk.
Meskipun
mereka sudah sekuat tenaga, make over dan
make house, menyulap penampilan dan membuat
asri rumah mereka untuk menarik perhatian kru, tapi ternyata sutradara beserta mobil yang dinaiki
krunya berhenti di rumah gubuk mbok Sinem. Yah, mereka sudah memilih mbok Sinem
menjadi bintangnya ?!!
Tentu
saja warga desa geger bin iri dan cemburu. Bagaimana mungkin mbok Sinem ? Bukankah
dia sama saja, dia manusia yang suka cemas, over, pamer dan juga segudang sifat manusiawi lainnya. Kenapa harus
Mbok Sinem, sih ?" tanya mbok Sarikem
sambil mengunyah daun sirih di mulutnya yang penuh gincu warna merah. Para
rakyat jelata yang berbibir ndower itu sedang nongkrong di warung angkringan
Pak Sholeh sambil menggosip ria dan korbannya eh tema-nya sekarang adalah mbok
Sinem.
Tiba-tiba
sosok mbok Sinem jadi seperti hantu, dia muncul di depan pintu warung dan ketika mbok Sinem melenggang melangkah di
lantai membeli kue cucur di warung itu, semua mata mendelik ke arahnya lalu
membuang muka.
Aduh
mbok Sinem jadi nourveus dan serasa artis, dia pun mendadak ikut-ikutan somse
seperti perkiraannya tentang artis itu memang harus somse agar tidak
disepelekan.
"Soleh,
kuenya jangan gosong ya, masak artis tivi dikasih kue gosong, nanti kamu kualat
!" ancam mbok Sinem,
"Halah,
baru jadi artis sehari saja sudah ngaya, hmm, biasanya juga ngutang bakwan
sampai sepuluh !" sinis mbok
Markonah dari kursinya. Mbok Markonah
itu istri pak Soleh.
Mbok
Sinem langsung merah padam, dia menggeram pada Markonah, "Kenapa
keras-keras suaranya sehingga tetangga sebelah pun mendengar ! Onah, kamu itu
budek, ya ? sampai suaranya kayak gitu !"
Para
pembeli di warung itu pun riuh mendengar
suara mbok Markonah itu. Mereka sebal karena gaya mbok Sinem sudah seperti julia robert. "Eh, Mbok Sinem kamu
kan artis kenapa juga mukamu masih lecek gitu dan kenapa bajumu masih kucel
gitu bahkan tembelan !?" sindir pak Soleh tidak mau kalah. Dia tidak
rela, istrinya dibilang budek, meskipun kadang-kadang memang terganggu pendengarannya, sehingga suaranya
keceng banget.
"Hei,
dengar ya, semuanya, ya pemirsa, kata sutradara, wajahku katanya sangat cocok dan alami jadi
bintang film itu, dan bajuku tembelan
karena memang disuruh oleh pak sutradara ! Supaya lebih menghayati peran
menjadi orang sengsara !" sentak mbok Sinem seperti sedang memberi pengumuman
di depan massa. Pak Soleh dan pembeli di situ gubrak semua lalu Pak Sholeh menyerahkan
kue cucur yang dipesan mbok Sinem. Tapi setelah mendapatkan kue cucurnya, mbok Sinem melarikan diri
pulang dari warung itu, dan lupa belum membayar. Karena itu Pak Soleh serta Markonah
tambah sebel sama mbok Sinem.
Akhirnya
hari pengambilan gambar tiba juga.
Tapi, ternyata terjadi sesuatu hal yang tidak di
duga dalam pengambilan gambar ini. Sutradara yang bertubuh gendut itu duduk di
kursi meneguk kopi untuk meredam
emosinya. Ia tidak mempedulikan suasana damai di desa dan cecuitan
burung-burung serta suara sapi di balik pepohonan itu. Ia mendelik ke arah mbok
Sinem di kejauhan yang masih membujuk
cucunya, si Siti.
Ya,
Siti ngambek. Dia tidak mau berperan menjadi anak nya mbok Sinem yang tidak
sekolah. Bagi Siti ia mau juga seperti nikita willy, membintangi sebuah
sinetron dan uangnya banyak tapi ia merasa harus jujur, ia itu sekolah di SMP
dan juga mendapat beasiswa karena kecerdasannya.
"Nek , aku
nggak mau disyuting, nanti apa kata teman-teman Siti kalau melihat aku dikatakan tidak sekolah dan duduk
ngleprok di lantai dengan baju seminggu tak ganti dan juga wajah memelas tak
pernah mandi serta tatapan putus asa!"
kesal Siti sambil menggigit tali sepatunya
"Ini
jadi tidak sih, syutingnya, ini sudah lewat jam tiga, kalau sudah agak
malam kesan sengsaranya jadi hilang !
Huh ! " sutradara itu yang pura-pura sabar, berubah menjadi garang. Sang sutradara mencak-mencak sambil berjalan
bolak balik. Dia berkali-kali ngelirik
dan ngedumel. Karena baru kali ini dia mengalami ketidak lancaran dalam kerja,
biasanya dia dengan mudah mengarahkan
rakyat jelata itu berperan, tapi ini. Sebagai bentuk kekesalah dia
menumpahkan pada penulis skenario yang sedang asyik main facebookan. Dia
pentungin kepala penulis script itu dengan mik panjang. Sementara itu para
kamerawan pun memilih bersembunyi di belakang rumah gubuk mbok Sinem daripada
menjadi korban semprotan sang sutradara galak itu.
.
"Siti,
namanya juga main film jadi itu tidak
benar, katakan pada teman-temanmu kalau
kamu sedang berakting, tolong ini demi
nenek, apakah kamu tega melihat nenek
gagal main film, sudah lama nenek ingin masuk tivi , kamu mau ya berperan jadi
anak sengsara, ini juga nenek berjuang mati-matian demi peran ini !"
Lalu
mbok Sinem bercerita panjang lebar tentang perjuangannya. Dia mengizinkan tim
artistik acara itu memporak porandakan rumahnya agar tampil sempurna sengsara. Televisinya
dirusak dan juga kaca jendela gubuknya dipecah juga, lalu lantai rumahnya yang
sudah bolong pun dipecah-pecahin, kandang ayamnya di belakang rumah dipindahkan
ke dalam rumah sesuai skenario acara tukar sengsara itu yaitu bahwa mbok Sinem
tidur bersama ayam !! . Listrik rumah dicabut agar terkesan dia tidak memiliki
listrik. Sebenarnya mbok Sinem agak khawatir karena tidak ada perjanjian dari
pihak kru acara tivi itu akan mengganti semua dan memperbaiki kerusakan yang
ada. Tapi dia tenang, karena sutradara bilang dalam acara itu ia nanti akan
diberi bingkisan berupa blackberry dan juga laptop untuk Siti.
"Siti,
dunia memang kejam, kamu harus tampil sengsara untuk mendapatkan laptop
itu," ujar mbok Sinem memberi motivasi atau tepatnya provokasi sambil
mengelus rambut Siti. Ia tahu, Siti sangat menginginkan sebuah laptop.
Tangis
Siti tambah pecah. Ia merasa mbok Sinem itu makin ngawur dan tidak mengerti isi
hatinya.
"Enggak,
Siti enggak mau disyuting !"
berontak Siti.
"Tolong
demi nenek, apa kamu tidak kasihan melihat nenek jadi ejekan orang sekampung gara-gara
gagal main fim !" mbok Sinem mulai
kalap. Karena sudah hampir semua cara
digunakan untuk membujuk Siti.
"Siti ! sudahlah untuk kali ini saja, kalau
kamu tidak mau nurutin nenek, ya sudah ! kamu akan jadi cucu durhaka, kamu mau
masuk neraka, hah ?" omel mbok Sinem ia melepaskan jurus terakhirnya.
Dan
memang setelah itu, Siti jadi tenang. Ia seperti terhipnotis, meskipun dalam
haitnya ia tersiksa lahir dan batin. Siti kemudian mengangguk dengan terpaksa.
"Baik Nek, nenek jangan marah ya sama Siti, Siti mau berperan seperti
apapun yang diperintah nenek." cetus Siti akhirnya. Dia mengusap ingusnya
dengan kerah bajunya.
"Lha
gitu dong, itu baru cucu kesayangan nenek," lalu nenek dan cucu itu pun
berpelukan. "Itu namanya
pengorbanan Siti, kalau kamu sudah besar dan menjadi nenek-nenek kamu baru
mengerti, sekarang kamu belum mengerti dan tahunya permen karet."
cerewet mbok Sinem dan Siti pun memekik, merintih, memohon agar mbok Sinem
berhenti bicara karena menambah pusing dan tersiksa hatinya.
"Baiklah, Siti, Nenek berhenti bicara, lihat sutradara itu
mulai mangkel melihat ke arah kita.”
Akhirnya
...jam empat... Penduduk desa Suka Mundur mengelilingi rumah mbok Sinem. Berduyun-duyun
semua ingin nonton mbok Sinem dan cucunya, Siti berakting. Sampai-sampai mereka
lupa tidak sholat asyar. Bahkan pak RT saking
kreatif dan semangatnya menarik uang parkir dan juga sumbangan untuk
pembangunan masjid desa itu di tempat kejadian perkara itu. Beberapa warga pria
dan wanita nampak nangkring bergelantungan di cabang-cabang pohon dan juga naik
pohon kelapa yang tinggi agar bisa melihat dengan jelas adegan itu. Sementara itu pak kades sibuk menghalau warga
yang nekad berdesak-desakan ingin melihat lebih dekat di gubuk mbok Sinem
Sutradara
makin gerah. Dia menghimbau tepatnya mengancam selama pengambilan gambar, warga
untuk diam, tidak bersuara bahkan kalau sampai terjadi ada suara kentut
sekalipun dia akan membuat perhitungan. Lalu kamera tiga sudah berjajar di
halaman, sutradara menghadap ke layar
monitor kecil yang dihubungkan dalam kabel-kabel audio visual yang rumit. Petugas
perekam suara dan lighting sudah siap semua,
"Oke
semua sudah siap?! kamera ready,
rolling, action !"
Lalu
mulailah bintang acara itu nampak memasuki rumah mbok Sinem. Gadis reporter itu
yang bernama Yulia Hore sangat trenyuh
dan terharu, dia pun sampai menangis kecet-kecet melihat keadaan rumah mbok Sinem,
apalagi waktu masuk ke dalam dan bertemu dengan mbok Sinem yang seperti orang
budek, lumpuh dan juga tidak bisa berbicara denga lancar. Dia makin miris waktu
meihat cucunya Siti yang tidak sekolah dan harus berjuang bekerja keras membuat
lidi untuk menghidupi neneknya itu.
"Bukankah
itu terlalu berlebihan !" dengung penulis skenario di dekat telinga
sutradara. Sang suradara menoleh dan
menggeram. Memang dia yang menyuruh tepatnya memaksa penulis skenario itu
menulis yang menggambarkan kesengsaraan dengan sangat sengsara.
"Itu
terlalu dibuat-buat dan kurang natural," tambah penulis skenario lagi
sambil ngupil di dekat sutradara. Sang sutradara
mukanya berubah buas. Ia berdecak-decak sambil menoleh ke arah sang penulis
agar segera menyingkir di dekatnya. Baginya
seorang penulis skenario itu ya harus nulis sesuai printahnya dan tidak perlu
berkomentar. Hanya dia yang mengerti selera penonton. Mereka masih meminati
acara tersebut buktinya semakin sengsara
tayangannya semakin banyak iklannya dan semakin melonjaklah rating acara
itu.
Jam
lima adalah acara pengambilan adegan mbok Sinem dan Siti mendapat hadiah kado
yang sangat besar dari Yulia Hore. Lalu setelah nyerahin kado itu, reporter
acara itu Yulia Hore pulang sambil membatin betapa hidup perlu disukuri dan ia
kepada pemirsa mengatakan, ada kehidupan
seperti itu, Tuhan mohon lepaskan semua dan cobaan penderitaan ini, Tuhan beri
kami kekuatan untuk bisa menghadapi ini, dan kamera terus merekam akting
selanjutnya, ketika mbok Sinem dan Siti mengucapkan syukur karena ada orang
dermawan dan baik hati seperti Yulia Hore. lalu mereka membuka kado itu, dan
mbok Sinem tersenyum bahagia karena dia dapat hp black berry dambaannya
(meskipun dia tidak tahu cara menggunakannya), dia jingkrak -jingkrak dan lupa
kalau dia dalam acara itu adalah budek, lumpuh dan mengalami gangguan fisik. Dan Siti dapat hadiah laptop meskipun dalam
acara itu ia buta huruf, tidak sekolah dan tidak dapat mengoperasikan laptop, tapi dalam adegan terakhir itu dia lupa langsung membuka laptop dan dapat mengoperasikannya
dengan baik. Lalu sebagai penutup yang manis mbok Sinem pun tergeletak pingsan karena
suprise dengan hadiah itu
Jam
tujuh malam.
“Cut
! Selesai.”
"Alhamdulilah
sudah selesai !" teriak para kru itu kelelahan. Lalu mereka dengan cepat
mulai memberesi peralatan bersiap-siap pulang. Dan juga membongkar tenda buatan
mereka.
"Ancur
deh akting mereka ! tapi tidak apa-apalah udah gak tahan digigit nyamuk, bau
kotoran sapi juga dan yang penting sudah
selesai meski banyak nanti yang harus
diedit disana sini adegan tadi !" ujar asisten sutradara seperti bicara sendiri.
Sementara
itu. Mbok Sinem lega, ia tak sabar ingin
melihat tayangan filmnya hari jumat besok dan membayangkan betapa penduduk desa
yang selama ini meremehkannya pasti akan menghormati dan memujinya. Tapi tidak dengan Siti ia
ternyata masih misuh-misuh. Ia bersembunyi di kamar sambil menangis. Dia
merasa kecewa karena sebenarnya ia tidak mau berperan dan melakoni sebagai anak
yang sengsara.
Akhirnya
memang semua seperti mimpi. Jarum jam
berlari dengan cepat. Sutradara pergi, dan
kru televisi top tivi sudah lenyap. Mbok Sinem tiba tiba merasa berada di alam tidak nyata. Mereka, para kru tivi itu bahkan lupa mengucapkan terimakasih pada mbok
Sinem . Mereka katanya sedang dikejar jam tayang, jadi gerakannya harus cepat
dan juga terburu-buru. Mbok Sinem sore itu pun bengong di depan rumahnya. Ia bingung
semua tidak seperti harapannya. Ia jadi artis tivi, tapi semunya tampak buruk. Ia melihat dirinya dan tempat tinggalnya, ya
gubuk rumahnya jadi porak poranda, belum
lagi sekarang dia dalam keadaan gelap kalau malam. Yah, kru tivi itu tidak
memberinya uang ganti rugi dan juga pesangon. Mereka sudah seenaknya merusak
rumahnya lalu hanya meninggalkan botol
air mineral di halaman. Memang botol bekas itu bisa ditukar jadi uang. Tapi rumahnya
yang rusak dan tampilannyanya yang menjadi sengara di tivi itu tidak bisa
ditukar lagi. Apalagi ternyata black berry dan juga laptop itu disita lagi sama
kru tivi itu. Mereka mengatakan kalau hadiah
itu hanya bohong-bohongan, itu hanya akting, dan besok hadiah itu akan digunakan lagi di daerah lain.
Oalah
rasanya mbok Sinem tiba-tiba sesak. Ia ingin marah dan mencekik sutradara tadi, tapi ia juga ingin
minta maaf pada Siti, cucunya itu pasti menderita karena ditertawakan
teman-temannya dan mbok sinem berjanji ia akan berjuang membelikan Siti
laptop dengan hasil uang tabungannya yang entah sampai kapan ia bisa menabung.
......(pkt)............