Cerita ini diilhami oleh cerita
drama monumen karya Indra Tranggono yang ceritanya tentang patung
pahlawan lokal yang akhirnya digusur karena monumen tempat mereka ngejejer itu
dijadikan mall. Karena menurut penguasa kota itu uang itu lebih penting
dari masa lalu. (oh ya nama-nama tokohnya juga diambil dari cerita itu, yah
lagi males mikir jadi ambil aja #gubrakk !
Dan pagi ini kalender menunjukan angka 10-11-12,
Angka yang sakral bagi para
pahlawan yang terbaring selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad.
Mereka seperti terhenyak dan
hantu-hantu mereka bangkit dan timbullah dialog yang alay itu, (oh ya dialog
ini, dibuat dengan gaya ngepop hiks, beda lah dengan dialog di drama monumen)
Ratri
(mata-mata belanda itu joged
–joged jaipongan )
“Horee hari ini kita dirayakan !”
Durmo , sidik, dan cempluk hanya
bisa mendelik tidak suka pada Ratri yang bagi mereka over akting. (mereka
adalah pahlawan lokal , that right tidak dikenal seperti pahlawan Patimura atau Raden Ajeng Kartini, nama mereka juga akan lucu bila dijadikan trademark)
Durmo
"Halah, gitu aja , seneng !"
Ratri
"Yo seneng yo, kapan lagi ini
kita di upacara-in, diberi ucapan sampai di facebook dan twitter jadi
tradingtopic, dan juga di jadikan iklan oleh sebuah partai politik, bukankah
itu sueeeger !
Sidik
"Sueger endasmu ! dijadikan
iklan tapi kita gak dapat bayaran, tunjangan buat anak cucu kita juga kosong,
mau enaknya sendiri, jadi kita harus bilang wow gitu ? (memble sidik,
yang kakinya kalau tidak salah pincang kena serangan granat)
Cempuk ( tukang masak pahlawan yang
mati kelilipan peluru itu Cuma ngikik)
Durmo
"Wis gak usah ngurusi ratri
yang ge’er, mau aja dijilat dengan hari pahlawan, padahal kita hanya batang busuk,
jadi kan hari ini kita demo !!"
Sidik
"if not now, when ?"
Cempluk
"Waduh, inggrismu njijii
kayak para koruptor , yo ayo kita berangkat apa yang ditunggu !"
Ratri yang hari ini mendadak
pro penguasa itu , tidak mengerti dengan rencana teman-temannya itu
"Tu-tunggu ! sebelum kalian berangkat demo, rekan Cempluk mohon jelaskan apa
alasan kalian demo, bukankah mereka sudah cukup menghargai kita di buku
pelajaran para pahlawan dibahas dan di jadikan soal yang sulit dijawab
!"
Cempluk
"Halah, popularitas
itu hanya untuk pahlawan nasional, sementara pahlawan kelas kambing kayak kita,
ya cukup bersyukur lah kita masih dapat doa sedikit waktu upacara bendera,
pun mereka seperti pada gak iklas dan serius doanya, padahal andil
kita juga cukup besar, kalau tidak ada dapur umum mana bisa para pahlawan itu
ngejuss para penjajah."
Durmo
"Dengar ya rekan Ratri
caem, kita itu demo karena gak ingin harga diri kita diinjak-injak, kami
hanya ingin jasa kita di-ingat yah paling tidak didirikanlah monumen kembali
untuk kami , atau patung kecil untuk diabadikan di tengah-tengah mall,di
pasar atau pun di bank, yah hanya untuk mengenang pertempuran manis
kami tempo doeloe !"
Sidik
"Mungkin rekan Ratri sudah
lupa, ini jadi membuka koreng lama yang belum mengering, aku jadi ingat
waktu patung kita diremukkan buldoser dan lihat lah mereka memang
benar, orang-orang lebih suka di mall daripada merenung di sebuah
monumen perjuangan, penguasa benar, ingat kan monumen kita
dulu yang nylempit itu hanya dijadikan tempat tidur gelandangan, tempat
sembunyi tukang copet dan juga tempat transaksi kupu-kupu malam, huh !
kita memang tidak pernah dihargai, bahkan yang jadi penguasa hanya mengeruk
bumi ini untuk perut sendiri, gak ingat jasa kita, nyesel aku memerdekan
negeri ini, di negeri ini orang menjajah saudaranya sendiri, makanya kita demo
! demo adalah segala-galanya !
Cempuk
" Wis to Sidik , ra usah
sentimentil , dialog mu itu sudah dijadikan drama di buku itu, malah ditambah
lagi, itu terlalu panjang, eman-eman sampai berbusa ,
yang dipikirkan mereka itu menang lagi tahun depan, jadi ayok kita
berangkat ke gedung DPRD !
Tiba-tiba Wibagso...salah satu
pahlawan lokal datang melayang (wajahnya nampak panik)
"Teman-teman lebih baik kita tidak
usah demo, aku baru saja dapat surat dari pemimpin pahlawan, begini bunyinya,
wibagso berdiri dengan tegap dan membacakan surat itu dengan penuh penghayatan
Mohon dengan hormat, wahai
pahlawan kelas kambing, pedih hati ku waktu mendengar rencana kalian demo,
bukan tidak memahami, tapi saya pikir tindakan kalian sia-sia. Kalian demo juga
tidak ada yang mendengar, toh kalian sudah jadi hantu, rencana
cerdas kalian mau nyurupin anggota DPRD pun pasti efek hebohnya Cuma seminggu
aja, setelah itu koran dan media tidak akan membahas lagi karena berita artis
lebih menjual. Jadi untuk itu daripada kalian kecele kalian lebih baik
tidur panjang lagi, karena sebentar lagi para penguasa juga mau
liburan dan shoping ke luar negeri, demi rasa keprihatinan yang dalam kalian
tidak usah demo !
Oalah gubrakk !! Cempluk, Sidik dan Durmo terjungkal bersama. Sementara Ratri hanya ngikik penuh kebahagiaan.
Ratri lalu pergi menyendiri, di sebuah rumah kumuh sambil menonton
tayangan televisi. Air matanya mengucur deras ketika melihat seorang
pahlawan dijadikan iklan, ia pun bermimpi dan berharap kelak dirinya dijadikan
film, teringatlah waktu dia merayu para penjajah itu dan ia memberi racun
diam diam di gelas minuman mereka dan betapa heroik dirinya hingga dia
kehilangan kehormatannya dan juga semua itu demi kemerdekaan negeri ini,
dan ia ingin ia dijadikan film, tapi Ratri tidak tahu, tidak ada yang mau
membuat dia jadi film, karena pasti film nya tidak laku, bukankah orang-orang
lebih suka film yang menjual mimpi ? Hiks..
Tag
cerpen kritik sosial cerpen kumpulan
kumpulan cerpen online judul ketika pahlawan ingin demo