CERPEN 5M

hahaha

  • Home
  • Quote gua
  • CERPEN
  • DAFTAR ISI
  • OPINI
  • TENTANG BLOG
Home » CERPEN » Lima Hari Menunggu Maut

Saturday, 11 August 2012

Lima Hari Menunggu Maut



Tidak ada yang abadi, baik kesedihan maupun kegembiraan. Kita harus terus hidup. Saat ketidakberuntungan mengarahkan  kita ke jalan buntu, kita harus mencari jalan lain
(Miramar, dikutip dari Naguib Mahfouz)

                Mendung memayungi rumah Hans dan Kakeknya. Nyanyian misterius tokek di atap genting  itu mengiringi sore. Remaja tirus dengan rambut ikal itu  duduk di samping Kakeknya. Sebentar-sebentar terdengar suara Kakek mengeluh.
                “Hans, kalau saja aku masih muda , aku pasti akan mengunjungi tempat-tempat indah, Kakek gak takut   bikin kesalahan, dan Kakek akan makan es krim tanpa mengganggu harga diri Kakek. ”             
                “Aku tahu kek, sudah sering Kakek mengatakan itu, Kakek istirahatlah , jangan berlebihan !”
                 “Kakek akan mati, satu hari lagi, kamu jangan pergi kemana-mana.”
                “Siapa yang percaya gosip itu Kek, Kakek hanya terkena sakit ulu hati, sudah biasa kan Kakek begitu, nanti juga sembuh kek setelah minum obat,”  ujar Hans dia menyelimuti Kakeknya.
                “Jantung Hans, rasanya jantung Kakek mau pecah, aku dengar lima hari lagi, dokter mengatakan hal itu,” terdengar suara Kakek seperti tercekik tapi menurut Hans,Kakek masih sehat.
                Hans hanya geleng-geleng kepala.  Dia tetap tersenyum meski sedikit kesal. Dia memandang wajah Kakeknya. Sangat pucat dan lemah. Kakeknya sangat terpengaruh kata-kata dokter yang tidak jelas itu. Sudah dia jelaskan maksud dokter bilang lima hari itu adalah Kakek harus lima hari sekali check ke rumah sakit. Tapi Kakek tidak percaya kata-katanya. Menurut Kakek dirinya hanya menghiburnya. Ditambah lagi suara tokek sialan itu menambah keyakinan primitif kakek kalau nyawanya akan dicabut.
                Perlahan Hans menutup pintu dan keluar kamar. Kakek sudah tertidur pulas setelah meminum obat dari dokter. Dia yakin setelah itu Kakek pasti akan pulih lagi. Hans menghela nafas berat kemudian bergegas ke teras rumah. Dia memakai sandal jepitnya lalu melangkah ke jalan setapak. Rumput liar sudah mengecambah di halaman rumah.  Bahkan tingginya sudah mencapai lutut kakinya dan tidak ada yang peduli itu. Rasanya rumah itu sudah menjadi kuburan baginya. Dan Rasanya sebulan ini dadanya pengap. Dia ingin bertemu Dude.
                Hans berjalan gontai dengan kepala tertekuk.  Ia meremas saku jeansnya yang semakin kumal. Dia tidak ganti baju dua hari ini. Rasanya semangat itu sudah terbang.  Tidak dipedulikan teriakan kenet di pinggir jalan yang mencari penumpang.
                “Kematian, apakah itu yang diinginkan kakekku. Dia bilang, dia sudah melihat tanda-tanda itu. Dari mimpi menjadi pocong dan hal yang tak masuk akal .  Dia selalu bilang tolong kalau aku mati hubungi ini itu dan permintaan maafku disampaikan, dan Kakek sudah menyiapkan surat wasiat juga.” 
                Remaja atletis berambut cepak dengan kaos singlet  itu duduk di kursi kecil di samping sepeda montornya, menopang dagunya menatap Hans. Ia setia mendengarkan cerita Hans. Dia sahabat yang baik. Dia tidak memotong kata-kata Hans. Dia merasa Hans sedang tidak seimbang jiwanya semenjak pengumuman itu.
“Dude, ini menyebalkan,  Kakek seperti sudah di depan kematian. Aku tahu teman-temannya sudah banyak yang meninggal. Tapi di waktu yang tersisa dia bisa menikmati hidupnya. Dia masih bisa. “  Hans semakin emosi.
Dude masih membisu saja. Ia larut dalam cerita sahabatnya dari SD  itu. Ia tidak ingin mengomentari ataupun mengkritik ucapannya.
“Tapi Dude, ternyata tidak semangat juga  bisa dihadapi oleh siapa saja. Dude, kalau saja saat ini ajal menjemputku  sepertinya aku rela. Setelah aku tidak diterima di Perguruan tinggi impianku, aku merasa tidak berguna, kerjaku  cuma lontang lantung main tidak jelas,  rasanya tidak enak menganggur selama setahun dan aku tidak punya pegangan lagi.”
“Jangan berkata begitu, Hans ! sebelum ajal berpantang mati, hidup mati seseorang Tuhanlah yang menentukan,  kamu jangan merasa begitu.   Kamu harus bersyukur di waktu kosong kamu  bisa tinggal dan merawat Kakek.”  Dude merasa harus menyadarkan Hans. Dia tidak ingin Hans larut dalam kesedihan.
                Hans terpekur. Ia memandang sahabatnya Dude. Ia merasa pemuda itu sangat beruntung. Dude di terima di sekolah pilot. Dude selalu nampak bahagia.  Dia selalu sukses.  Sebulan lagi ia pasti akan meninggalkan rumah itu dan ia tidak bisa bermain dengan Hans. Lalu Dude mengobrol hal lain. Dude mengajaknya touring  bersama geng nya. Tapi Hans memilih di rumah saja. Ia malu bertemu dengan teman-temannya.
                Ini hari kelima di bulan Desember. Awan bertumpuk-tumpuk seperti kapas terbang. Angin sore menghalau  daun kelapa  di halaman rumah, menghempaskan-hempaskan jendela rumah seolah meneriakkan cerita sedih. Seorang kakek dan cucunya duduk di teras rumah. Pandangan mereka kosong, dan larut dalam pikiran sendiri. Suara tokek tidak terdengar mengganggu kehidupan kakek. Hans duduk di kursi rotan lapuk. Dia masih tidak semangat berbicara dengan kakeknya.
                “Temanmu itu Dude, Kakek tahu dia  itu baik, aku tahu dia pasti mendapat tempat yang baik, dia masih muda dan meninggalkan kenangan yang baik, banyak yang kehilangan dia,”  kata Kakek sambil  menoleh ke arah Hans. Wajahnya sudah nampak merah  lagi. Ia memberi semangat pada Hans. Ia tidak tega melihat cucunya itu setiap hari berdiam diri saja. Ia tidak ingin menjadi beban Hans.  Sekarang ia baru tahu apa itu hidup. Kemarin ia benar-benar takut mati sehingga ia pasrah. Tapi ketakutan itu ada baiknya. Ia menjadi lebih siap dan juga ingin meninggalkan kebaikan lebih banyak di waktunya yang sedikit. Dan apakah kehidupan itu ? hanya permainan singkat yang dimainkan dengan rasa enggan sampai ia menemukan dirinya berhadap-hadapan dengan takdirnya yang sudah berakhir (respected sir)
                Harusnya aku yang mati, bukan Dude,  jerit batin Hans. Dia  menunduk di kursi dan mulai menangis terguncang-guncang. Dia tidak menyangka Dude kecelakaan di jalan waktu touring dan ia meninggal seketika di tempat kejadian. Dude sahabat baiknya yang satu bulan ini akan studi dan ia masih sangat muda dan kebanggaan orang tuanya. Tidak ada yang menyangka.
                “Ayo, kita keluar Hans, Kakek masih hidup kan ?” kata Kakek sambil berkacak pinggang.
                Hans  masih terpaku di kursi. Ia memandang ke mata kakek, sepertinya ada energi baru. Ya semangat hidup itu terpancar dan mengalir ke arahnya.
 “Hans,  hidup terus berjalan, ” Kakek menyeret tangan Hans. Dia menyuruh Hans mengambil kunci sepeda motor.
                “Kita kemana Kek ?”
                “Ke pasar, Hans, cari bibit jeruk dan kelinci. Kita beternak, di lahan belakang Kakek kan masih kosong. Kita bisa buat usaha Hans.”
                Hans melongo. Dia heran secepat itu  Kakek berubah, sepuluh hari  yang lalu dia teronggok di kamar kayak mayat hidup.
                “Kenapa mematung ?  mau mengganggur ? Kakek aja yang sudah tua tidak betah buat menganggur, mumpung masih ada usia Hans. Selama masih ada kehidupan tidak ada alasan untuk berputus asa.”
                Hans hanya garuk-garuk kepala dan berjalan mengikuti langkah pelan Kakeknya ke halaman.


(PKT)
               


Ciaaa
Cerita di atas terinspirasi oleh
1. cerpen sehari menunggu maut karya ernest hemingway
2. life’s wisdom Naguib Mahfouz
3. dll
4.Perenungan
Artikel Terkait
CERPEN
  • Sekarang Kalian tak bisa membullyku lagi
  • Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Mengundurkan Diri
  • Bunga Matahari, Bunga Ilalang dan Bunga Dandelion
  • 2 + 2 = 5
  • AKU INGIN SEPATUMU
  • SUARA HATI NADIA
  • Ayo Dolanan
  • Prajurit Hujan
  • MAMA AKU PULANG
  • AQUARIUM SHILA
  • (cerpen ) Kartu Pengingat Ajaib
  • Karena dia Bintang
  • Surat Misterius
  • BUNDA ! AKU TIDAK LULUS UJIAN
  • Kembalikan Senyumku
Newer Post Older Post Home

Entri Populer

  • SASKIA
  • SINOPSIS NOVEL SUPER KONYOL “MENDADAK PAHLAWAN GARUK RANGER”

Blog Archive

  • ►  2015 (35)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (4)
    • ►  July (23)
    • ►  May (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (94)
    • ►  December (8)
    • ►  November (6)
    • ►  October (12)
    • ►  September (5)
    • ►  August (6)
    • ►  July (12)
    • ►  June (9)
    • ►  May (7)
    • ►  April (3)
    • ►  February (12)
    • ►  January (14)
  • ►  2013 (29)
    • ►  December (16)
    • ►  November (8)
    • ►  September (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
  • ▼  2012 (25)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (4)
    • ▼  August (3)
      • IMPIAN KANAK-KANAK DAN SONNET X
      • Lima Hari Menunggu Maut
      • BAPAKKU PENCURI
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (9)
  • ►  2011 (13)
    • ►  December (1)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  January (1)
Betapa mudah dan tak sadar menjadi sombong dan tidak iklas dalam beramal (kata mutiara)

Nilai seseorang sesuai dengan kadar tekadnya, ketulusannya sesuai dengan kadar kemanusiaanya, keberaniannya sesuai dengan kadar penolakannya terhadap perbuatan jahat dan kesucian hati nuraninya sesuai dengan kadar kepekaan nya terhadap kehormatan dirinya ( khalifah ali bin abi talib. R.a)
Powered by Blogger.
Copyright 2013 CERPEN 5M - All Rights Reserved
Template by Mas Sugeng - Powered by Blogger