Nampak cewek berkerudung, dengan kemeja panjang dan rok lebar semata
kaki masuk ke dalam bus kota. Cewek itu mengenakan tas punggung. Dan ia
terlihat anggun dan mandiri. Nama cewek itu adalah Mita. Ia biasanya
pakai motor. Tapi motornya bocor dan harus dititipkan di bengkel. Ia
tidak bisa menunggu karena harus menjemput adiknya. Kalau terlambat ia
bisa dimarahi adiknya.
Bus penuh sesak, Mita merasa gerah. Asap rokok dan bau keringat.
Dan penumpang tampak tidak ramah. Tiba-tiba seorang pengamen datang. Ia
memakai topi lebar sehingga wajahnya tidak kelihatan. Tubuhnya agak
gempal. Dan ia mulai menggebrak gitar soaknya.
“Selamat siang bapak , ibu, persembahan dari pengamen jalanan.”
Suaranya nampak renyah. Mulailah dia bernyanyi. Biasanya suara pengamen
yang Mita jumpai itu gak ada yang asik. Tapi pengamen itu, Mita membuka
matanya. Suaranya bening banget dan serak-serak seperti suara Ariel
peter pan. Woow, siapa sih pengamen itu. Ia menyanyikan lagu berbahasa
inggris lagunya The beatles. Itu kan band kesayangan Mita. Kereen
banget.
“love-love love, theres nothing you cant do that can’t be
done. Nothing you can sing that can’t sung. Nothing you can say, but you
can learn how to play this game, it’s easy...” dst.
All you need is love. Hah. Mita senang banget ndengerin lagu itu.
Seketika rasa pusing dan kekesalannya akibat motor nya yang mogok
mendadak hilang. Ia merogoh uang lima ribu. Ia akan ngasih uang itu
untuk pengamen bersuara merdu itu.
Pengamen berjalan pelan menyusuri penumpang sambil menengadahkan
topi lebarnya buat menerima recehan. Tiba di kursi Mita. Ia senang
mendapat uang lima ribuan.
“Terima kasih Mbak !” ucap pengamen itu.
Mita tersentak. Ia seperti kenal suara itu. Ia mendongak dan ia
memandang dengan jelas pengamen itu. Ia itu Moko. Yach Moko teman di
kelasnya. Ia tak menyangka Moko itu pengamen.
“Eh Mita yach !” celetuk Moko dengan wajah malu. Selama ini memang
tidak ada yang tahu kalau ia mengamen. Ia buru-buru turun dari bus kota
ketika bus itu berhenti di lampu merah.
Mita memandang Moko dari jendela bus. Ia melihat Moko berlari di
pinggir trotoar. bergabung dengan anak pengamen jalanan yang lain.
Mereka nampak tertawa dan juga menyedihkan.
Huff. Mita menghempaskan punggungnya di kursi bus. Ia merenung. Buat
apa sih Moko mengamen. Bukankah itu akan mengganggu belajarnya. Apakah
orang tuanya sudah tidak bertanggung jawab sehingga membiarkan anak yang
seharusnya tugasnya hanya belajar bergelantungan di bus kota.
Mita betul-betul tidak mengerti. Siang itu petir menggelegar di
langit. Awan hitam datang berbodong-bondong. Dan hujan turun
rintik-rintik membasahi kota yang panas itu.
Moko berlari-lari menuju ke
halaman rumahnya. Rambutnya basah. Gitar soaknya dipeluknya. Dan sampai
di teras rumah tubuhnya sudah basah kuyup. Ia membuka pintu depan lalu
meraih handuk kucel di jemuran di ruang tamu lalu mengeringkan rambutnya
dan ia termangu, ia melihat bapaknya sedang sibuk memredeli sebuah
motor.
“Bapak ?” sapa Moko. Ia senang bapaknya pulang. Bapaknya Moko hanya
berdehem. Ia tidak menengok ke arah Moko. Dan larut dalam kesibukannya.
Terlihat lintingan rokok terselip di bibirnya.
“Bapak, nyuri lagi yah ?” geram Moko yang masih berdiri terpaku di depan pintu.
Bapak Moko terdiam. Ia tersenyum sejenak. “Bukan urusanmu, yang
jelas nanti ayah akan belikan kamu piano dan juga gitar yang bagus, biar
kamu kelak jadi penyanyi beneran hahaha !” Pak Sentot ayah Moko itu
tertawa sengak.
Moko mendengus kesal. Ia berlari ke kamarnya. Ia membanting pintu
kamarnya dan ia meringkuk di pojok kasurnya. Kenapa sih, bapaknya
masih saja melakukan pekerjaan yang berbahaya seperti itu. Moko kalut.
Ia tidak suka bapaknya masih menggeluti pekerjaan haram itu. Lebih baik
menjadi pengamen daripada menjadi pencuri, guman Moko, lalu untuk
menenangkan hatinya Moko bernyanyi sendiri di kamarnya yang penuh
tempelan poster john lennon, paul mc cartney, ringo star dkk. “There
are places i’ll remember. All my a life though some hace changed. Some
forever, not for better. Some have gone and some remain....(in my life)
Esok harinya di sekolah Mita menemui Moko. Dan ia ingin Moko
menyanyi lagi. Dan ia dikelilingi teman-teman kelasnya Moko menyanyikan
lagu the baetles lagu berjudul eanor rigby. Semua bertepuk tangan dan
memuji Moko. Mereka nggak menyangka Moko hafal lagu-lagu the beatles, dan
ia menyanyikannya dengan baik.
waktu istirahat, Moko menyelinap ke perpus. Ia bersama beberapa temannya
duduk buat membaca koran hari itu. Dan Moko terpekur dia melihat
headline berita kriminal. Seorang pencuri sepeda motor digebuki massa
sampai meninggal lalu dibakar. Sadis banget.
Moko merinding. Ia teringat bapaknya. Seketika wajahnya pucat. Dan
ia buru-buru keluar dari perpus dengan wajah ditekuk dan sayu. Ia
bingung dengan masalahnya. Bagaimana kalau bapaknya bernasib sama
seperti di koran itu. Ia tidak ingin bapaknya bernasib tragis. Tiba-tiba
ia ingin menemui Mita. Ia merasa Mita itu sahabat yang baik. Ia jarang
mengkritik, pendiam tapi juga perhatian. Ia ingin minta pendapat Mita.
Mita ternganga ketika Moko bercerita kalau ayahnya pencuri. Ia
melihat mata Moko merah dan seperti menahan agar tidak menangis. Cowok
itu ternyata menanggung beban yang berat. Mita meghela nafas panjang. Ia
memainkan sendok mie ayamnya sehingga menimbulkan bunyi denting di
mangkok bening itu.
“Hmm, gimana yah, rumit juga. Tapi kalau ayahmu tetap mencuri itu
tidak diridhoi Allah. Kalau aku sarankan sich laporkan aja ke polisi,
tapi itu berat banget kalau aku jadi kamu aku juga bingung..” kata
Mita. “Tapi berdoalah, Allah maha baik, ia akan membantumu melewati
semua ini,”
Melaporkan polisi. Hah, bagaimana mungkin seorang anak melaporkan
ayahnya sendiri ke polisi. Lalu setelah curhat itu, Moko mengucapkan
terima kasih pada Mita dan ia berjalan pulang dengan gontai. Pikirannya
berkecamuk. Sampai di rumah, ia melihat ayahnya sedang makan di ruang
depan dengan petai dan sambil mengangkat kaki.
“Moko, Bapak berikan kamu gitar baru tuh !” kata bapak sambil
tertawa. Moko terkejut. Ia melihat gitar baru yang jernih dan kincong
di dipan rumahnya. Ia tak sabar ingin mengelusnya. Tapi langkahnya
dihentikan.
“Bapak membeli gitar itu dengan hasil curian sepeda motor kan ?” desis Moko kesal.
Bapaknya terdiam dan sedikit kesal. “Anak tak tahu diuntung, bapak
sudah capek membelikan malah tak ada ucapan terima kasih, weleh.”
Moko terpekur di kamarnya. Akhirnya ia mengambil keputusan ia akan
melapor bapaknya ke polisi meski berat tapi itu lebih baik, supaya
bapaknya kapok dan sadar.
Siang itu dengan langkah berat Moko pergi ke kantor polsek . Di
sana ia ditemui oleh wakapolsek Gunawan. “Ada apa Nak, kamu kelihatan
bingung sekali, Bapak lihat kamu dari tadi berdiri di halaman polsek,
mondar mandir nampak seperti ragu-ragu,”
Lalu Moko menceritakan masalahnya dan ia mengatakan kalau bapaknya
itu pencuri sepeda motor tapi Moko memohon agar wakapolsek tidak
menghukum bapaknya.
Wakapolsek menatap moko dengan takjub. Pemuda yang jujur dan berani.
Jarang ada remaja seperti Moko, yang menyatakan kebenaran. Meski itu
pahit dan mengorbankan ayahnya sendiri. “Terima kasih atas laporanmu
Nak, bapakmu akan diperlakukan sesuai prosedur dan hukum yang berlaku.”
Celetuk orang tua yang masih nampak gagah dan enerjik itu.
Moko pamit pulang. Wajahnya sayu. Ia sudah siap dengan resiko
akibat perbuatannya. Dan benar saja sore harinya. Rumah Moko di kepung
polisi. Tetangga ribut melihat kejadian itu. Pak Sentot marah-marah, ia
menyumpahi Moko yang melaporkan dirinya. “Anak durhaka ! aku ndak punya
anak seperti kamu !” murka pak sentot. Tangannya diborgol dan dia
diseret ke tahanan mobil polisi. Kakinya sempat tertembak karena hendak
melarikan diri.
Moko berdiri di pinggir jalan dan memandang ayahnya sebagai
pesakitan di atas mobil tahanan. Sirene polisi berbunyi, dan mobil
polisi merangkak keluar dari gang rumah Moko. Ketika mobil melewati
tempat berdiri Moko, Pak Sentot meludahi Moko dari jauh.
Moko hanya menunduk. Dan tentu saja hatinya hancur dan sedih.
Sebulan berlalu. Moko yang tabah tetap mengunjungi bapaknya di
tahanan kabupaten. Ia membawa rantang makanan kesukaan ayahnya yaitu
semur petai. Ia menunggu di luar karena jam tunggu belum dibuka.
Tiba-tiba wakapolsek datang menghampiri.
“Hei Nak kamu kan yang kemarin melapor Bapak kamu ya..?” tanya wakapolsek.
Moko meringis. Ia duduk di sebelah Moko. Dan tiba-tiba Moko
mendengar hp wakaposek berbunyi. Ring tone lagu yesterday milik the
beatles. Setelah menerima telpon. Mereka kembali berbincang.
“Bapak suka juga dengan the beatles ?” tanya Moko.
“Suka aku penggemar jhon lennon !”
“Aku juga suka,”
Pak Gunawan ketawa gembira. “Oh yang lagu ini....say the word and you’ll be free, say the word and be like me. Say the word im thingking of...”.
“Itu kan lagu yang judulnya the word.” Potong Moko. Hah, ternyata
mereka berdua sama-sama maniak the beatles. Lalu mereka ngobrol panjang
sambil sesekali nyanyi bareng. Dan mereka sering ngobrol grup band
inggris itu dan sampai kadang-kadang lupa kalau hari sudah senja.
Waktu telah melesat cepat. Sudah setahun lebih. Dan sebulan lagi
Pak Sentot keluar dari tahanan. Moko datang ke tahanan menengok
bapaknya. Ia memakai baju rapi dan nampak manis. Di sampingnya pak
wakapolsek Gunawan mendampinginya. Pak Gunawan sudah menganggap Moko
sebagai anaknya. Dan ia yang tidak memiliki anak mengangkat Moko
menjadi anak angkatnya. Moko mendapatkan bantuan pendidikan dan juga
kebutuhan sehari-hari dan hidupnya tidak terlantar.
Moko bahagia sekali. Allah Maha besar. Kalau kita percaya pada
kebesaran Nya. Allah akan membantu kita. Allah maha baik. Dia
menyadarkan Pak Sentot. Ia tersentuh dan melunak hatinya oleh
kesabaran dan ketelatenan Moko yang sering menengoknya di penjara.
Dalam hati Pak Sentot sudah memaafkan, sudah menerima Moko dan tidak
marah lagi. Ia senang Moko tamat SMA dan sebentar lagi melanjutkan
kuliah atas biaya pak wakapolsek.
Sore itu Moko nampak di antara bus kota. Ia ingin mengamen lagi. Ia
memang suka menyanyi dan mengamen adalah untuk kepuasan hatinya. Dan
ia menyanyi lagu religi. Dan semoga dengan menyanyi lagu religi ia
mendapat pahala juga. Ihik...
“Selamat siang bapak dan ibu, kami pengamen jalanan, akan
menyanyikan lagu..lagu ini khusus kupersembahkan buat bapakku yang
berada dipenjara...”
Moko memetik gitarnya dan bernyanyi dengan mata berkaca-kaca.
“Bila saja umurku panjang. Kukan selalu mengabdi pada Mu. Bila nanti ku
punya rizki. Ku kan pergi ke tanah suci. Ya Allah kabulkan doaku.
Untuk menebus salahku. Ya Allah, berikan waktu tuk bahagiakan
orangtuaku..” (lagu band Republik judul hidupku di jalan Mu)
Tamat .
(saya lupa kapan membuat cerpen ini, cerpen ini sudah lama sekali)