Pagi kami sekolah. Ini suasana yang sangat kami inginkan, ngobrol dengan teman yang lain. Riuh, penuh canda dan obrolan , tapi sayang itu hanya sebentar saja. Karena kelas terlalu meriah, kami tidak mendengar langkah kaki sepatu Pak Guru. Aku dan Akhmad kaget ketika pintu kelas di buka. Dan spontan kami menghentika suara, dan berdiri tegap. Kami anak kelas lima berseragam celana hitam dan kemeja putih dan berdiri hormat siap belajar dengan pak Kamal.
Kami segera ingin duduk, tapi pak Kamal tangannya belum mengijinkan, beliau menunjuk ke jam tangannya, dan karena pelajaran harus tepat waktu, dan pak Kamal datang lebih awal. Jam berdetak dan ketika menunjuk jarum jam di angka 12, beliau segera memperingatkan kami untuk mendengarkan ceramah pak kepala lewat pengeras suara.
Selamat pagi, murid-murid. Saya kepala sekolah memberi nasehat agar kalian belajar dengan baik, harus tunduk dengan guru, dan tidak boleh melawan, maka itulah murid yang cerdas, dan sukses untuk kalian semua.
Setelah Pak Kepala mengakhiri pidatonya lewat pengeras suara, kami segera dipersilahkan duduk. Pak Kamal matanya menyelidik, dan tidak memperbolehkan siapapun untuk tidak memperhatikan pelajaran. Kemudian Pak Kamal memungut kapur putih dan menulis angka.
2 + 2 = 5
kami saling pandang dan tidak percaya dengan yang ditulis Pak Kamal di papan tulis.
"Diam !!" Suara bentakan Pak Kamal tersebut langsung meredakan bisik -bisik kami.
Setelah tubuh kami mengkerut. Pak Kamal kembali bersuara. "Dua ditambah Dua sama dengan LIMA. Ingat, Dua ditambah Dua sama dengan ..........." (Pak Kamal memancing kami untuk meneruskan jawaban soal itu)
"IIMA..." kami menjawab dengan berat.
"Ulanggi sekali lagi. dua ditambah dua sama dengan "
"Lima"
"Yang keras lagi. Dua ditambah dua sama dengan
"LIMA!"
"ulangi lagi kurang keras !
DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN LIMA !!
"Maaf, Pak ! bukankah dua ditambah dua sama dengan empat." Soleh berdiri dan berbicara dengan gemetar.. Kami pun mengangguk dan mendukung Soleh.
"TIDAK, DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN LIMA !" terang Pak Kamal dengan tatapan tajam ke arah Sholeh.
"Tapi menurut pikiran saya," kata Soleh terbata. "Dua ditambah dua sama dengan empat !"
"SIAPA SURUH KAMU BERPIKIR ! KAMU TIDAK BOLEH BERPIKIR !" sentak Pak Kamal. "Sekarang duduk kembali !" perintah Pak Kamal.
"Ya , Pak !" lemah sholeh.
"Sekarang ambil buku catatan kalian dan tulis,"
kami pun segera mengeluarkan buku kami dari dalam laci, dan siap menulis.
Pak Kamal mendikte kami , "DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN LIMA."
"Pak, dua ditambah dua sama dengan empat !" tiba-tiba Akhmad di sebelahku berdiri. Aku kaget sekali. memang dari tadi kulihat Ahmad duduk gelisah dan ingin membantah penjelasan Pak Kamal tadi.
"Pak, dua ditambah dua adalah empat, dan selamanya dua ditambah dua itu empat !" jelas Akhmad.
Pak Kamal terkejut. Dan emosinya melesat naik. "Siapa yang memberi ijin kamu berbicara, Nak !"
"Tapi, Pak.."
"Apakah kamu tidak mendengarkan tadi, dua ditambah dua sama dengan lima." sentak Pak Kamal sambil menunjuk ke papan tulis. "DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN LIMA, AYO KATAKAN !'
"Tapi Pak, menurut pendapat saya.." potong Akhmad. Kami pun menjadi sangat tegang karena Akhamd terus melawan Pak Kamal.
"KATAKAN dua ditambah dua samadengan lima !" paksa Pak kamal.
tapi Akhmad tidak mau, dia memegang prinsipnya, dia yakin dua ditambah dua itu empat, dia pun ingin menunjukkan nya pada teman-temannya.kalau dia benar. 'DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN EMPAT !" Akhmad menjelaskan pada teman-temannya dengan memperagakan dua jari kanan dan dua jari kirinya dan digabungkan.
"DIAM !" marah pak Kamal dengan mulut melebar.
"Pak, tapi Pak, Bapak juga pasti tahu dua ditambah dua sama dengan empat !" kilah Akhmad.
"CUKUP, DIAM DI TEMPAT !" Pak Kamal sudah meledak. dia kemudian keluar dari ruangan kelas memanggil anak kelas tinggi.
Ahmad menyilangkan dua tangannya di belakang pantatnya. Dia siap dengna konsekuensinya. kelas berubah riuh dan menyalahkan Akhmad, aku hanya diam saja.Aku tak berani berbicara, aku takut akan terjadi sesuatu dengan teman baikku itu.
"Akmad ! kenapa kamu melawan Pak Kamal ?" desis Husen.
Akhmad membungkam saja.
"Pasti Pak Kamal akan membunuh kamu !" gertak beberapa teman di kelas.
Akhmad tidak meladeni komentar teman-temannya.
Benar saja, Pak Kamal kembali ke ruangan kelas dengan dikawal tiga orang siswa kelas tinggi dengan tanda merah di lengan kemeja mereka. Dan mereka menyembunyikan senjata di saku celana.
"Ini, siswa yang ngotot itu !" Pak Kamal menunjuk ke arah Akhmad dan memberi keterangan pada tiga siswa SMA itu.
"ya, pak !" jawab anak sma itu.
"Lihat, anak-anak kelas rendah, ini siswa kelas atas, mereka akan mengajari kalian cara melakukan penjumlahan !" lalu Pak Kamal memerintahkan tiga siswa itu menerangkan penjumlahan yang benar.
'DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN LIMA !" Kata mereka dengan kompak dan suara mereka seperti suara robot.
"kamu dengar itu Akhmad ? sekarang ..." Pak Kamal mengambil kapur dan menyodorkannya pada Akmad. " isi jawaban penjumlahan itu !" Pak Kamal menghapus angka lima dan menawarkan pada Akmad untuk mengisi sesuai keinginanya.
Akmad menelan ludah. Dia melihat ke arah tiga siswa itu yang sekarang mengambil pistol dan semua membidik mengarah kepadanya. "Ini kesempatan terakhirmu, isikan jawaban dari soal tersebut dan kalau kamu menjawabnya sesuai keinginanku, kamu selamat !" perintah Pak Kamal.
Akmad berpikir, lalu dia tidak punya pilihan lain, tapi dia tetap teguh dengan prinsip dan keyakinannya. Tanpa ragu-ragu dia mengisi jawaban DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN EMPAT ! ya, Akmad terlanjur menggerakkan kapurnya dan menarik garis membetuk angak EMPAT bukan LIMA. Tidak bisa dirubah lagi, dan Akmad tidak ingin merubahnya. Setelah menulis jawaban itu, dia pun berdiri dengan tegap ke arah kami, dan tangannya disilangkan ke belakang.
Pak Kamal menggeram. Lalu dia memberi tanda pada tiga siswa atas tersebut untuk segera mengeksekusi Akmad lalu sedetik kemudian darah disertai suara tembakan memekakan telingaku. Aku memejamkan mata tidak ingin melihat Akhamd yang terkapar di lantai kelas. Kami semua takut.
"Lihat, itu pelajaran bagi kalian yang berani membantah pelajaranku " koar Pak Kamal dengan tatapan tajam dan menyuruh kami menatapnya. "Lihat ke arahku !" sergahnya kepadaku. Aku meringis ngeri bercampur sedih. Dan segera mengambil sikap tunduk pada guru itu.
Pak Kamal kemudian memberi komando pada siswa kelas atas untuk membawa keluar mayat Akmad. Siswa tersebut segera keluar kelas sambil mengotong tubuh Akmad. Kemudian dengan tenang Pak Kamal melanjutkan pelajaran seolah tidak terjadi sesuatu insiden. Kami harus mengikuti pelajaran tapi masih terbayang peristiwa tadi.
Aku masih melihat percikan darah Akmad di papan tulis hitam itu. lalu Pak Kamal mengambil penghapus dan menghapus jawaban soal Akmad dengan cepat, dan debu kapur bercampur tetesan darah itu menempel di angka empat di papan tulis. Lalu Pak Kamal menghapusnya dan menulis DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN LIMA.
"Sekarang buka buku kalian dan catat , dua ditambah dua samadengan lima," perintahnya dengan enteng.
" ulangi lagi, dua ditambah dua sama dengan"
"lima,"
"ulangi lagi, dua ditambah dua sama dengan li.."
"lima !'
"Ulangi !"
"dua ditambah dua sama dengan lima"
"kurang keras lagi..!!!!.DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN.."
"LIMA..!!!!"
Lalu kami mencatat penjumlahan tersebut. Aku pun menulis dengan kepala campur aduk. Antara kesal, sedih, tidak bahagia, tertekan. Ingin sekali aku memberontak. Tapi aku tidak seberani Akmad. Aku pikir temanku itu benar, ya jawaban akhmad itu yang benar. DUA DITAMBAH DUA SAMA DENGAN EMPAT ! tapi kami hanya murid, aku harus menulis sesuai perintah Pak Kamal. Pak Kamal bilang dua ditambah dua itu lima. Aku harus menulis itu atau kami dibunuh . Perlahan keringat menetes di dahiku, aku tiba-tiba mencoret angka lima itu dan menggantinya menjadi ANGKA EMPAT.
tamat.
(disadur dan dioplos dari video film pendek nominated a best short film of 2012 bafta film award)