Geni...terkekeh melihat keramain di luar..
Kembang api yang berpijar dan meledak di udara. Terompet yang ditiup yang membuat harmoni terompet di sepanjang jalan.
Orang-orang memakai kendaraan hilir mudik, dengan wajah-wajah seperti baru saja mendapatkan kemenangan besar.
Geni nongol dari pintu rumahnya. Yeah, dia keluar dalam rumah kardusnya, di pinggir jalan mengawasi Rendi sedang meraup uang dengan jualan terompet.
Geni memilih duduk berbaring seperti siput dalam rumah kardus. Ya, dia sudah merasa lelah.
Tubuhnya lengket oleh keringat. Sudah lama. Dia tidak mandi. Mungkin sudah seminggu. Dan gatal di kakinya dan bisul yang membesar dan bernanah udah gak dirasakannya lagi.
Geni hanya ingin tersenyum. Dagunya ditopang dengan tangannya.
Entah kenapa dia ingin tersenyum. Melihat wajah-wajah di jalan. Mendengar teriakan happy new year...!!! dan kembang api menari-nari bersama kendaraan yang merambat pelan dan sesaknya orang berjalan.
Hari ini kata orang tahun baru. Tapi bagi Geni tahun baru sama seperti hari biasanya. Dia tetap saja nongkrong di rumah kardus. Mencari sesuap nasi dengan mengamen dan kadang mengais sampah di jalan.
“Hah, akhirnya dapat uang juga !” kata Rendi pada Geni. Wajahnya nampak puas. Geni tidak bergeming. Dia asyik dengan lamunannya. Dia melihat ke atas. Ke arah bintang. Yang juga nampak cantik seperti kembang api yang berpijar itu.
“Geni ini tahun baru dik ! kita bersenang-senang yuk..!”
Geni menatap kakak angkatnya itu. Bersenang-senang. Apa itu bersenang-senang. Dia tidak tahu arti bersenang-senang.
Rendi tersenyum. Dia sepertinya tahu isi hati adiknya yang bisu itu. Dia pun tidak tahu apa itu bersenang-senang. Rendi menggigit ujung celana jeansnya yang robek. Wajahnya yang penuh tindikan itu menjadi larut dalam renungan bersama Geni.
Bersenang-senang ? ah mungkin kita nanti bergembira ? ah siapa tahu kita bisa berbahagia.
Bersenang-senang mungkin berarti bersama keluarga. Bersama ibu. Bersama ayah. Bersama sebuah rumah. Bukan rumah kardus.
Tapi tak apa-apalah meski dalam kardus. Mungkin suatu saat ada orang tua kami datang menolong kami. Tapi Kami anak siapa ? kami hanya anak-anak kucing. Yang dibuang dalam kardus. Lalu pergi menggelandang. Berlari-lari setiap hari dalam terik mentari dengan nyanyian yang keras. Bukan, kami bukan anak kucing. Kami anak bumi. Tak tahu kenapa dilahirkan seperti ini. Bertarung untuk bertahan hidup.
Suara terompet mengagetkan lamunan Rendi. “SELAMAT TAHUN BARU..SEMOGA TAHUN BESOK LEBIH BAIK DARI TAHUN KEMARIN..!” tepat jam 01.00 kebisingan tambah meledak di sepanjang jalan.
Rendi bangkit. Diraihnya tangan adiknya. “Yuk kita beli kembang api...! hari esokk lebih baik dari hari kemarin !!” teriak Rendi sambil menggendong adiknya menyusuri jalan kereta api.
* * * * *