(Puisi: M. Fadjroel Rachman)
Sumber: Pikiran Rakyat, Edisi
02/10/2007
Tolstoy Memenggal Napoleon
angin dingin menginjak wajah perunggu berlin timur, kaki
bernanah limbung tertatihtatih
aku hanya ingin istirah,mengenang masa lampau sirna & kertap
nyawa ketam liar terakhir
badai berkeliaran di panggung mimpi, mengisap ludah katakata,
selusin ayatayat feurbach
sepanjang sungai spree, angsa putih menjilati hujan beku &
ranum bunga violet kesepian
gemuruh ringkik-dengus kudakuda sejarah menyeret tolstoy
memenggal kepala napoleon
detik berbisik, "bukan napoleon, bukan robespiere,sejarah
merambat seperti rumput liar."
lenin mengeluh, kepala trotsky rekah cemerlang, letusan bunga
darah menyembur mexico
mayatmayat siapa menghitamungu bersimpuh di kakikaki
perunggu tuan marx & engels?
seekor gagak bertengger di kepala marx, melepas kotoran hitam
tepat di hidung mancung
hantuhantu malam menyusup digelap sejarah,melingkar sungai
membelah postdam/berlin
hujan tadi malam membersihkan debu menggumpal di bahu marx,
di kumis kelabu engels
aku menusuk mata beku kedua tuan penentang sejarah,
menyelipkan airmata berlin timur
bilahbilah perunggu menentang panas terik & salju dingin,
membius hentakan sepatu lars
pengkhotbah muda berkeliaran di jembatan kokoh mengutuki dosa
iblis dadudadu sejarah
marx membanting manifesto komunis, menulis pesanan, "tak ada
menu revolusi pagi ini!"
sebotol bir,sebotol bir tumpahkan ke muka kusut pelayan mengisi
aorta darah raja prussia
di tepi jalan pohon riuh mendengkur,membekuk badai tersesat
menyamun kunangkunang
trem terjungkal ke sungai beku, sejoli gagak limbung menyeret
jejak kaki perak purnama
selamat malam, selamat malam, meringkuklah bagai bayi di
buaian penista gerhana bulan
kenangan masih basah di pantai, kepiting laut menghitung
sisasisa rindu & tangisan senja
(berlin, 2006)
Puntung Rokok di Sukamiskin
: ya, aku mendengar tawa renyah di kamar isolasi, "engkau
memanggilmanggil namaku?"
angin berputaran bagai gasing disihir hantuhantu musim hujan,
kucaricari engkau tak ada
4 pintu coklat termangu, gembok kuningan merangka batu,
menyiksa sukma siang/malam
"lama tak bertemu, tuan kemana saja?"16 tahun lalu labalaba
menggigiti tirai jeruji hujan
bungabunga bermekaran menguliti besi,lumut & tembok
sel,menjilat dosadosa dunia fana
burung gereja sembahyang di kubah mesjid, tawanan seringai
azan, torehan lambung luka
"sungguhkah kita bersua di akhirat?" memanggul siksa dunia di
punggung berderakderak
purnama pucat mengusapkan wajah pada jejak telapak kaki,
menggarami mimpimimpimu
"tak mudah bukan melupakan masalalu?" cairan baja tercetak
rapi
di pengap batok kepala
wajahwajah kosong melekat di dinding dosa yang luruh
bergelimpangan di rumah tuhan
kamarkamar kosong memanggilmanggil, merindu ciuman semesta
purba ke bibir pantai
harum kenanga membelit kawat berduri, mengemis langit
menyepak leleh gerimis perih
seribu jendela terbuka ke padang kering tak bertuan, hanya kabut
beku di ujung rumputan
kubah mesjid, menara gereja, menusuki langit yang sama dalam
siksaan membeku waktu
10 mata liar menikam harum tubuh perempuan muda, gairah dosa
terlukis di langit suram
"kami cemas," burung gereja menyisir lepuh,"ketakutan
malam
membakar planetplanet"
2 puntung rokok, tumpahan ampas kopi di lantai sel,mengiring
lambaian perih perpisahan
telapak kaki menyalanyala menggigit pijar magma, bertasbih
cemas menderas arus waktu
keranda malam melarung takdir ke bintangbintang, merayap di
sungai kering planetplanet
: ya, aku mendengar tawa renyah di kamar isolasi,"engkau
memanggilmanggil namaku?"
Kabut Tangkuban Parahu
jarum tajam cemara menusuk telapak cinta gemetar dan
berapiapi, demam menggelepar
masih hangat janji disekap kabut, ditidurkan rawarawa dibuaian
batuk tangkuban parahu
debu batu apung melesak tenggorokan, mendidihkan asap
belerang goagoa kebosananmu
aku menunggumu 182 ribu tahun, disiram hujan kenangan
berselimut racun asap belerang
aku berbisik menyebut nama sirna di kawahkawah beracun,
tebing berasap tak menyahut
kudengar macan tutul meraung, kijang menguik,membisikkan
kehilanganmu beribu tahun
bayangbayang gelap daun manarasa, menyembunyikan rahasia
langit menista adam-hawa
aku tahu kegelisahan bersemayam di kawahkawah beracun,
berselimut jilatan api magma
racun asap kawah menyambar tawa tergelak, sekeping tawa
berlari tersipusipu bunuh diri
"masihkah engkau mengenalku?"sembur awan panas telanjang
menyirami tebing tandus
"aku tersesat?" berjuta jalan bercabang disiram racun asam tak
lagi berujung ke afrika tua
aku menyeru, tapi engkau meronta menyelusup cemas di ribuan
bangkai belalang & kupu
aku menunggumu setua gunung sunda purba, menyimpan
kerinduan pertama adam-hawa
kabut terpendam, kudengar derai tawamu tersekap, berdesing
menyusupi poripori gunung
retakan aspal jalanan merahasiakan telapak luka, kembang
bakung menyihir kesedihanmu
aku masih mengenali airmata gelisah yang menari di kornea
hitam,seringan serpihan salju
aku menunggumu 182 ribu tahun di tebing asap tangkuban
parahu, bertasbih ledakan lava
cinta yang gemetar merangkai ledakan suar api kehilangan ke
daundaun luruh membusuk
kawahkawah tak bernama mengenali kesepian, mendidihkan
cerobong awanawan hitam
"bila engkau kembali, apakah merindu seperti ledakan magma
melesak dari perut bumi?"